KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini penulis susun sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dengan judul makalah “Hakekat
Terbentuknya Negara”
Makalah
ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1.
ibu
Ni
Ketut Sari Adnyani,A.Mud.Par.,S.Pd.,M.Hum sebagai pengajar
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing dan mengarahkan
kami dalam menyelasaikan makalah ini.
2.
teman-teman
yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
3.
orangtua,
yang telah memberikan dukungan dan kasih
sayangnya.
4.
serta
pihak-pihak tertentu yang telah membantu menyelasikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik kualitas
maupun penyajiannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun
dari berbagai pihak demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan.
Singaraja,
April 2012
Kelompok
1
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………………..........….. i
Daftar Isi …………………………………………………….......………..…....… ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………….…….….1
1.2 Rumusan
Masalah …………...……………………………….….……... 2
1.3 Tujuan ................................…………….……………..………….…...... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Negara….. ……………..…………..………………..….…. 3
2.2 Teori-Teori Terbentuknya Negara...…………………………................7
2.2.1
Teori
Ketuhanan……………………………………………….4
2.2.2
Teori Perjanjian
Masyarakat…………………………………...5
2.2.3
Teori
Kekuasaan……………………………………………….7
2.2.4
Teori
Kedaulatan………………………………………………7
2.3
Unsur-Unsur
Terbentuknya Negara…..……………………….…….....11
2.3.1
Rakyat…………………………………………………………12
2.3.2
Wilayah………………………………………………………..12
2.3.3
Pemerintahan
yang Berdaulat…………………………………16
2.3.4
Pengakuan dari
Negara lain…………………………………...19
2.4
Bentuk
Negara…………………………………………………….…...22
2.4.1
Negara
Kesatuan……………………………………………....22
2.4.2
Negara
Serikat…………………………………………………22
2.5
Fungsi dan
Tujuan Negara……………………………………………..22
2.5.1
Fungsi
Negara…………………………………………………22
2.5.2
Tujuan
Negara…………………………………………………23
2.5.3
Tujuan Negara
Indonesia……………………………………...24
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan ...................................................................................................25
3.2
Saran .........................................................................................................25
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu negara diawali dengan proses
terbentuknya negara. Pembentukan suatu negara berlangsung dalam proses panjang
dan bertahap. Negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan
atau nasionalisme adalah negara
kebangsaan modern, yaitu pada tekat suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah
satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama,
ras, etnik, atau golongannya. Berdirinya suatu negara harus memenuhi
kualifikasi unsur-unsur pembentukan suatu negara, yaitu adanya rakyat, wilayah,
pemerintahan yang berdaulat, serta pengakuan dari negara lain. Selain itu,
suatu negara juga harus mempunyai Sistem
Pemerintahan untuk menjalankan negara dengan baik, memengaruhi seluruh
rakyat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan pemerintahan negara dan
cita-cita negara. Usaha menciptakan sistem pemerintahan yang ideal memerlukan
waktu yang panjang. Oleh karena itu, setiap bangsa terus menerus memperbaiki
sistem pemerintahan agar lebih baik.
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Bangsa adalah orang–orang yang
memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta
berpemerintahan sendiri. Atau bisa diartikan sebagai kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu dimuka bumi.
Jadi Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah Nusantara/Indonesia.
Jadi Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah Nusantara/Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian negara?
2. Bagaimanakah
teori-teori terbentuknya suatu Negara?
3. Unsur-unsur
apa saja yang menjadi syarat terbentuknya suatu Negara?
4. Apa
yang menjadi fungsi dan tujuan suatu Negara?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
pengertian tentang Negara.
2. Mengetahui
teori-teori terbentuknya suatu Negara.
3. Mengetahui
unsur-unsur terbentuknya suatu Negara.
4. Mengetahui
fungsi dan tujuan suatu Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Negara
Negara
adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat
pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat
unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta
pengakuan dari negara lain.
Pengertian
Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :
A. Roger
F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan
persoalan bersama atas nama masyarakat.
B. Georg
Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang
telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
C. Prof.
R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia
yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Negara
merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan
bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara
tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita
bangsa secara bersama-sama.
Negara
merupakan integerasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari
kekuasaan politik. Negara adalah agensi (alat) dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara
adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara
sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan
tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan
batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu
baik oleh individu dan golongan atau asosiasi maupun oleh negara sendiri.
Istilah
negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui
Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang
berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan untuk menyebut sebagian dari
jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai aparat negara, dan “orang-orang
yang memegang tampuk pemerintahan beserta staf-stafnya”, maupun “susunan tata
pemerintahan atas suatu masyarakat di wilayah tertentu”.
2.2 Teori-Teori Terbentuknya Negara
Pendekatan teoritis (sekunder),
yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mulaterbentuknya negara
melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentanghal tersebut (karena sulit dan bahkan tak
mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaanberdasarkan pemikiran logis.
Terbentuknya suatu negara terdapat beberapa teori, antara lain:
2.2.1 Teori Ketuhanan
Timbulnya
negara itu adalah atas kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa
kehendak-Nya. Friederich Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa
negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses evolusi, mulai dari
keluarga, menjadi bangsa dan kemudian menjadi negara. “Negara bukan tumbuh
disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari
dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan,”
katanya.
Demikian
pada umumnya negara mengakui bahwa selain merupakan hasil perjuangan atau
revolusi, terbentuknya negara adalah karunia atau kehendak Tuhan. Ciri negara
yang menganut teori Ketuhanan dapat dilihat pada UUD berbagai negara yang
antara lain mencantumkan frasa: “Berkat rahmat Tuhan …” atau “By the grace
of God”. Doktrin tentang raja yang bertahta atas kehendak Tuhan (divine
right of king) bertahan hingga abad XVII.
2.2.2 Teori
Perjanjian Masyarakat
Teori
ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia hidup
sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan
yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah terjadi di mana pun dan kapan pun.
Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang
buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas
Hobbes: Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes.
Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan.
Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang
menyadarkan manusia akan kebutuhannya: negara yang diperintah oleh seorang raja
yang dapat menghapus rasa takut.
Demikianlah
akal sehat manusia telah membimbing dambaan suatu kehidupan yang tertib dan
tenteram. Maka, dibuatlah perjanjian masyarakat (contract social).
Perjanjian antarkelompok manusia yang melahirkan negara dan perjanjian itu
sendiri disebut pactum unionis. Bersamaan dengan itu terjadi pula
perjanjian yang disebut pactum subiectionis, yaitu perjanjian
antarkelompok manusia dengan penguasa yang diangkat dalam pactum unionis.
Isi pactum subiectionis adalah pernyataan penyerahan hak-hak alami
kepada penguasa dan berjanji akan taat kepadanya.
Penganut teori Perjanjian Masyarakat
antara lain: Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant
(1724-1804), Thomas Hobbes (1588-1679), J.J. Rousseau (1712-1778).
Ketika
menyusun teorinya itu, Thomas Hobbes berpihak kepada Raja Charles I yang sedang
berseteru dengan Parlemen. Teorinya itu kemudian digunakan untuk memperkuat
kedudukan raja. Maka ia hanya mengakui pactum subiectionis, yaitu pactum
yang menyatakan penyerahan seluruh haknya kepada penguasa dan hak yang sudah
diserahkan itu tak dapat diminta kembali. Sehubungan dengan itulah Thomas
Hobbes menegaskan idealnya bahwa negara seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/
absolut.
John Locke menyusun teori Perjanjian
Masyarakat dalam bukunya Two Treaties on Civil Government bersamaan
dengan tumbuh kembangnya kaum borjuis (golongan menengah) yang menghendaki
perlindungan penguasa atas diri dan kepentingannya. Maka John Locke mendalilkan
bahwa dalam pactum subiectionis tidak semua hak manusia diserahkan kepada raja.
Seharusnya ada beberapa hak tertentu (yang diberikan alam) tetap melekat
padanya. Hak yang tidak diserahkan itu adalah hak azasi manusia yang terdiri:
hak hidup, hak kebebasan dan hak milik. Hak-hak itu harus dijamin raja dalam
UUD negara. Menurut John Locke, negara sebaiknya berbentuk kerajaan yang
berundang-undang dasar atau monarki konstitusional.
J.J. Rousseau dalam bukunya Du Contract Social
berpendapat bahwa setelah menerima mandat dari rakyat, penguasa mengembalikan
hak-hak rakyat dalam bentuk hak warga negara (civil rights). Ia juga
menyatakan bahwa negara yang terbentuk oleh Perjanjian Masyarakat harus
menjamin kebebasan dan persamaan. Penguasa sekadar wakil rakyat, dibentuk
berdasarkan kehendak rakyat (volonte general). Maka, apabila tidak mampu
menjamin kebebasan dan persamaan, penguasa itu dapat diganti.
Mengenai
kebenaran tentang terbentuknya negara oleh Perjanjian Masyarakat itu, para
penyusun teorinya sendiri berbeda pendapat. Grotius menganggap bahwa Perjanjian Masyarakat adalah kenyataan
sejarah, sedangkan Hobbes, Locke, Kant, dan Rousseau menganggapnya sekadar
khayalan logis.
2.2.3 Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa
negara terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama
mendirikan negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan
kehendaknya terhadap orang lain sebagaimana disindir oleh Kallikles
dan Voltaire:
“Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”.
Karl Marx berpandangan bahwa negara
timbul karena kekuasaan. Menurutnya, sebelum negara ada di dunia ini telah
terdapat masyarakat komunis purba. Buktinya pada masa itu belum dikenal hak
milik pribadi. Semua alat produksi menjadi milik seluruh masyarakat. Adanya hak
milik pribadi memecah masyarakat menjadi dua kelas yang bertentangan, yaitu
kelas masyarakat pemilik alat-alat produksi dan yang bukan pemilik. Kelas yang
pertama tidak merasa aman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam bidang
ekonomi. Mereka memerlukan organisasi paksa yang disebut negara, untuk
mempertahankan pola produksi yang telah memberikan posisi istimewa kepada
mereka dan untuk melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.
H.J. Laski berpendapat bahwa negara
berkewenangan mengatur tingkah laku manusia. Negara menyusun sejumlah peraturan
untuk memaksakan ketaatan kepada negara.
Leon Duguit menyatakan bahwa seseorang
dapat memaksakan kehendaknya terhadap orang lain karena ia memiliki kelebihan
atau keistimewaan dalam bentuk lahiriah (fisik), kecerdasan, ekonomi dan agama.
2.3.4 Teori Kedaulatan
Secara
Literal istilah kedaulatan terjemahan kata dari latin yaitu Supremus yang berarti kekuasaan tertinggi. Dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Arab, yaitu Daulat
yang berarti kekuasaan atau dinasti pemerintahan.
Jelas
disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang
ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang
dipimpinnya. Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh
kehidupan bernegara.
Menurut
Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori kedaulatan yang merumuskan kedaulatan
bahwa kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”.
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”.
Muncullah
teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat
dalam suatu negara:
A. Teori
Kedaulatan Tuhan
Teori ini merupakan teori kedaulatan
yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan pemerintah mendapatkan
kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima).
Menurut teori ini, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada
tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi
pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya
dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja
Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec Gods,
kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa penakluk dari suku
Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang
menganggap diri mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ken Arok bahkan
menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan
antara lain: Augustinus
(354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F. Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl
(1802-1861).
Karena
berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh
rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama
dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan
Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu benar, tidak mungkin salah.
- Teori Kedaulatan Raja
Dalam
Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan
Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.
Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum
moral agama, justru karena “status”-nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di
dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak
dasar utama teori ini adalah Niccolo
Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, Il Principe. Ia
mengajarkan bahwa negara harus dipimpin oleh seorang raja yang berkekuasaan
mutlak. Sedangkan Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan negara memang
dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun raja tetap harus menghormati hukum
kodrat, hukum antarbangsa, dan konstitusi kerajaan (leges imperii). Di
Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengajarkan
bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur negara dan
menghindari homo homini lupus.
- Teori Kedaulatan Negara
Menurut
teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah
negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan
timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir
menurut kehendak negara, diperlukan negara, dan diabdikan kepada kepentingan
negara. Demikianlah F. Hegel
mengajarkan bahwa terjadinya negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan
hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat dibatasi hukum.
Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah. Para penganut
teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara
yang bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel menyebar di
negara-negara komunis.
Peletak
dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G.
Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958).
- Teori Kedaulatan Hukum
Berdasarkan
pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku.
Hukumlah (tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan
pemerintahan. Etika normatif negara yang menjadikan hukum sebagai “panglima”
mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara negara dibatasi oleh hukum.
Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.
- Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)
Teori
ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemerintah harus
menjalankan kehendak rakyat. Ciri-cirinya adalah: kedaulatan tertinggi berada
di tangan rakyat (teori ajaran demokrasi) dan konstitusi harus menjamin hak
azasi manusia.
Beberapa pandangan pelopor teori
kedaulatan rakyat:
1. J.J.
Rousseau menyatakan bahwa kedaulatan itu
perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang mengadakan
perjanjian masyarakat (social contract).
2. Johanes
Althuisiss
menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia terjadi dari perjanjian
masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih
oleh rakyat.
3. John Locke menyatakan bahwa kekuasaan negara
berasal dari rakyat, bukan dari raja. Menurut dia, perjanjian masyarakat
menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah mengembalikan
hak dan kewajiban azasi kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan.
4. Montesquieu yang membagi kekuasaan negara
menjadi: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politica).
2.3
Unsur-Unsur
Terbentuknya Suatu Negara
Sebagai sebuah organisasi, negara
memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh organisasi apapun yang ada di
dalam masyarakat. Secara umum, unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan
ada pula yang bersifat deklaratif. Unsur konstitutif maksudnya unsur yang
mutlak atau harus ada di dalam suatu negara. Sedangkan unsur deklaratif hanya
menerangkan adanya negara.
Adapun unsur-unsur negara yang
bersifat konstitutif adalah harus ada rakyat, wilayah tertentu, dan
pemertintahan yang berdaulat. Ketiga unsur tersebut bersifat konstitutif karena
merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya negara. Apabila salah satu unsur
tersebut tidak ada atau tidak lengkap, maka tidak bisa disebut sebagai negara.
Di samping itu, terdapat pula unsur deklaratif, yakni harus ada pengakuan dari
negara lain. Unsur deklaratif ini sangatlah penting karena pengakuan dari
negara lain merupakan sebagai wujud kepercayaan negara lain untuk mengadakan
hubungan, baik hubungan bilateral maupun multilateral.
Yang
dimaksud dengan unsur
unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Pada
umumnya, unsur
unsur terbentuknya negara harus memenuhi unsur berikut ini :
A. Rakyat
B. Wilayah
C. Pemerintahan
yang Berdaulat
D. Pengakuan
dari Negara Lain
-Pengakuan Secara de Facto
-Pengakuan
Secara de Jure
2.3.1
Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang
menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat, mustahil negara akan terbentuk.
Leacock mengatakan bahwa, “Negara tidak akan berdiri tanpa adanya sekelompok
orang yang mendiami bumi ini.”. Hal ini menimbulkan pertanyaan, berapakah
jumlah penduduk untuk membentuk sebuah negara? Plato mengatakan bahwa untuk
membentuk sebuah negara, wilayah tersebut membutuhkan 5040 penduduk. Pendapat
ini tentu saja tidak berlaku di zaman modern ini, lihat saja populasi negara
India, Amerika Serikat, Cina, Rusia, dimana negara tersebut memiliki ratusan
juta penduduk.
Rakyat
juga disebut sebagai semua orang yang berdiam dalam suatu negara atau yang menjadi
penghuni negara. Rakyat merupakan unsur terpenting dari negara karenarakyatlah
yang pertama-tama berkepentingan supaya oraganisasi dapat berjalan
lancar dan baik. Antara bangsa dengan rakyat adalah sama-sama sebagai
penghuni negara, namun terdapat perbedaan yaitu bangsa merupakan penghuni
negara dalam arti politis sedangkan rakyat merupakan penghuni negara dalam arti
sosiologis. Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan
penduduk. Penduduk adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah
suatu negara tertentu. Mereka yang ada dalam wilayah suatu negara tetapi tidak
bertujuan menetap, tidak dapat disebut penduduk. Misalnya, orang yang
berkunjung untuk wisata. Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga
negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah mereka yang menurut hukum
menjadi warga dari suatu negara, sedangkan yang tidak termasuk warga negara
adalah orang asing atau disebut juga warna negara asing (WNA).
2.3.2
Wilayah
Pasal 25A UUD 1945, negara kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.
Wilayah negara Indonesia berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal
27 Desember 1949 yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah
Belanda, meliputi seluruh daerah bekas jajahan Hindia Belanda. Sedang
batas-batasnya ditentukan dengan perjanjian antarnegara tetangga, baik yang
diadakan sebelum maupun sesudah merdeka. Derah yang merupakan tempat tinggal
rakyat dan tempat pemerintah melakukan kegiatan merupakan wilayah negara dengan
batas-batas tertentu. Sebagai tempat menetap rakyat dan tempat pemerintahan melakasanakan
kegiatan, maka negara memerlukan wilayah. Wilayah (daerah) Negara tersebut
meliputi:
A. Wilayah
Daratan
Wilayah
daratan ada di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan di dalam tanah di
bawah permukaan bumi. Artinya, semua kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi dalam batas-batas negara adalah hak sepenuhnya negara pemilik wilayah.
Batas-batas
wilayah daratan suatu negara dapat berupa:
1. Batas alam, misalnya: sungai, danau,
pegunungan, lembah.
2. Batas buatan, misalnya: pagar
tembok, pagar kawat berduri, parit.
3. Batas menurut ilmu alam: berupa
garis lintang dan garis bujur peta bumi.
B. Wilayah
Lautan
Lautan
yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut teritorial negara itu,
sedangkan laut di luarnya disebut laut terbuka (laut bebas, mare liberum).
Ada dua konsepsi pokok tentang laut, yaitu: 1) Res Nullius, yang
menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya, sehingga dapat diambil/ dimiliki
oleh setiap negara; 2) Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah
milik bersama masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/ dimiliki oleh
setiap negara.
Tidak
ada ketentuan dalam hukum internasional yang menyeragamkan lebar laut
teritorial setiap negara. Kebanyakan negara secara sepihak menentukan sendiri
wilayah lautnya. Pada umumnya dianut tiga (3) mil laut (± 5,5 km) seperti
Kanada dan Australia. Tetapi ada pula yang menentukan batas 12 mil laut (Chili
dan Indonesia), bahkan 200 mil laut (El Salvador). Batas laut Indonesia sejauh
12 mil laut diumumkan kepada masyarakat internasional melalui Deklarasi Juanda pada tanggal 13
Desember 1957.
Pada
tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay (Jamaica), ditandatangani traktat
multilateral yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan lautan,
misalnya: permukaan dan dasar laut, aspek ekonomi, perdagangan, hukum, militer
dan lingkungan hidup. Traktat tersebut ditandatangani 119 delegasi peserta yang
terdiri dari 117 negara dan dua organisasi kebangsaan. Tentang batas lautan
ditetapkan sebagai berikut:
1. Batas Laut Teritorial
Setiap negara berdaulat atas lautan
teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang
ditarik dari pantai.
2. Batas Zona Bersebelahan
Di luar batas laut teritorial sejauh
12 mil laut atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam
wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak
yang melanggar undang-undang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban
negara.
3. Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut suatu engara
pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini,
negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan laut dan menangkap
nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan di wilayah ini serta melakukan
kegiatan ekonomi lainnya. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas
wilayah itu serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah laut.
4. Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan
suatu engara yang batasnya lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara
pantai boleh melakukan eksplorasi dan eksploitasi dengan kewajiban membagi
keuntungan dengan masyarakat internasional.
C. Wilayah
Udara
Wilayah
udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan negara itu. Kekuasaan
atas wilayah udara suatu negara itu pertama kali diatur dalam Perjanjian Paris
pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan
No.339/1933). Perjanjian Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27 negara
menegaskan bahwa setiap negara berkuasa penuh atas udara di wilayahnya. Hanya
seizin dan atau menurut perjanjian tertentu, pesawat terbang suatu negara boleh
melakukan penerbangan di atas negara lain.
Demikian
pula Persetujuan Chicago 1944 menentukan bahwa penerbangan internasional
melintasi negara tanpa mendarat atau mendarat untuk tujuan transit dapat
dilakukan hanya seizin negara yang bersangkutan. Sedangkan Persetujuan
Internasional 1967 mengatur tentang angkasa yang tidak bisa dimiliki oleh
negara di bawahnya dengan alasan segi kemanfaatan untuk semua negara dan tujuan
perdamaian.
D. Wilayah Ekstrateritorial
Wilayah ekstrateritorial adalah
tempat-tempat yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan
suatu negara – meskipun tempat itu berada di wilayah negara lain. Termasuk di
dalamnya adalah tempat bekerja perwakilan suatu negara, kapal-kapal laut yang
berlayar di laut terbuka di bawah suatu bendera negara tertentu. Di wilayah itu
pengibaran bendera negara yang bersangkutan diperbolehkan. Demikian pula
pemungutan suara warga negara yang sedang berada di negara lain untuk pemilu di
negara asalnya. Contoh: di atas kapal (floating island) berbendera
Indonesia berlaku kekuasaan negara dan undang-undang NKRI.
2.3.3
Pemerintahan
yang Berdaulat
Pemerintahan
yang berdaulat adalah pemerintah yang mempunyai kekuasaan baik ke dalam maupun
ke luar untuk menjalankan tugas dan wewenangnya mengatur ekonomi, sosial, dan
Pemerintahan yang berdaulat adalah pemerintah yang mempunyai kekuasaan baik ke
dalam maupun ke luar untuk menjalankan tugas dan wewenangnya mengatur ekonomi,
sosial, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya sesuai dengan sistem
yang telah ditetapkan.
Pemerintah
sangat diperlukan dalam berdirinya suatu negara, tidak mungkin jika negara
muncul tanpa kemudian diikuti oleh berdirinya pemerintah. Sistem pemerintahan
setiap negara berbeda-beda. Adapun pengelompokan sistem pemerintahan tersebut,
yaitu:
A. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer adalah sisterm
pemerintahan antara eksekutif dan legislatif mempunyai hubungan yang bersifat
timbal balik dan saling memengaruhi. Dalam sistem ini, kedudukan kepala negara
hanya sebagai lambang dan kekuasaan yang nyata dalam perintahan tidak tampak.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1.
Kedudukan
kepala negara tidak dapat diganggu gugat.
2.
Kabinet
yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
3.
Susunan
anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen.
4.
Kabinet
dapat dijatuhkan/dibubarkan setiap waktu oleh parlemen dan sebaliknya kabinet
pun dapat membubarkan parlemen.
5.
Kedudukan
kepala negara dan kepala pemerintah tidah terletak di dalam satu tangan atau
pada satu orang.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut.
1.
Pembuatan
kebijakan dapat dilakukan secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif.
2.
Tanggung
jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
3.
Ada
pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet
berhati-hati dalam menjalankan pemerinthan.
Selain kelebihan, sitem pemerintahan parlementer juga
mempunyai kelemahan antara lain sebagai berikut.
1.
Kedudukan
eksekutif tergantung pada dukungan mayoritas parlemen.
2.
Kelangsungan
kedudukan eksekutif tidak bisa ditentukan karena bisa dibubarkan sewaktu-waktu.
3.
Parlemen
dijadikan tempat kaderisasi partai.
B. Sistem Pemerintahan Presidensil
Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem
pemerintahan antara eksekutif dan legislatif tidah mempunyai hubungan timbal
balik, di mana eksekutif tidak bertanggung jawab pada legislatif. Sistem ini
menggunakan sistem trias politika.
Sistem trias politika merupakan sistem pemisahan kekuasaan yang diajarkan oleh Montesquieau. Sistem pemisahan kekuasaan
ini, dilakukan antara badan eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Dalam sistem
pemerintahan presidensial ini, kepala negara mempunyai kekuasaan yang besar
sebagai kepala badan eksekutif.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1.
Kekuasan
pemerintahan (eksekutif) terpusat pada satu orang, yaitu presiden. Artinya,
presiden berkedudukan selaku kepala negara dan kepala pemerintah.
2.
Presiden
dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya.
3.
Masa
jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
4.
Presiden
dan para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
5.
Presiden
tidak dapat membubarkan parlemen.
6.
Presiden
tidak berada di bawah pengawsan langsung parlemen.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan sistem pemrintahan presidensial adalah karena pemerintah
selama masa jabatannya tidak dapat
dijatuhkan oleh parlemen, maka pemerintahan akan berjalan stabil. Pemerintah
mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu oleh
adanya krisis kabinet.
Kelemahan sistem presidensial adalah karena presiden
selama masa jabatan tidak dapat
dijatuhkan parlemen, maka pengawasan terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
Hal ini berarti pengaruh rakyat terhadap pelaksanaan politik negara kurang
mendapat tempat yang seluas-luasnya.
C. Sistem Pemerintahan Campuran
Sistem
pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai kepala negara, juga memiliki
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan untuk memimpin kabinet yang
bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden tidak diberi posisi dominan dalam
sistem pemerintahan.
Jean Bodin (1530-1596), seorang ahli ilmu
negara asal Prancis, juga berpendapat bahwa negara tanpa kekuasaan bukanlah
negara. Dialah yang pertama kali menggunakan kata kedaulatan dalam kaitannya
dengan negara (aspek internal: kedaulatan ke dalam). Kedaulatan ke dalam adalah
kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. Kedaulatan ke
luar adalah kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan serta memelihara
keutuhan wilayah dan kesatuan bangsa (yang selayaknya dihormati oleh bangsa dan
negara lain pula), hak atau wewenang mengatur diri sendiri tanpa pengaruh dan
campur tangan asing.
Grotius (Hugo de Groot) yang dianggap
sebagai bapak hukum internasional
memandang kedaulatan dari aspek eksternalnya, kedaulatan ke luar, yaitu
kekuasaan mempertahankan kemerdekaan negara terhadap serangan dari negara lain.
Sifat-sifat kedaulatan menurut Jean
Bodin:
- Permanen/ abadi, yang berarti kedaulatan tetap ada selama negara masih berdiri.
- Asli, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal adari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
- Tidak terbagi, yang berarti bahwa kedaulatan itu merupakan satu-satunya yang tertinggi di dalam negara.
- Tidak terbatas, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun, karena pembatasan berarti menghilangkan ciri kedaulatan sebagai kekuasaan yang tertinggi.
2.3.4
Pengakuan dari
Negara Lain
Pengakuan
dari negara lain terhadap suatu negara yang baru berdiri bukanlah merupakan
suatu faktor mutlak atau unsur pembentuk negara baru, namun lebih merupakan
menerangkan atau menyatakan telah lahirnya suatu negara baru.
Sebagai
contoh, Pada
tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Unsur-unsur
negara terpenuhi pada tanggal 18 Agustus 1945. Pengakuan pertama diberikan oleh
Mesir, yaitu pada tanggal 10 Juni 1947. Berturut-turut kemerdekaan Indonesia
itu kemudian diakui oleh Lebanon, Arab Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma.
Pengakuan de facto diberikan Belanda kepada Republik Indonesia atas
wilayah Jawa, Madura dan Sumatra dalam Perundingan Linggarjati tahun 1947.
Sedangkan pengakuan de jure diberikan Belanda pada tanggal 27 Desember
1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Pengakuan dari negara lain merupakan modal dasar bagi suatu
negara yang bersangkutan untuk diakui sebagai negara yang merdeka dan mandiri.
Pengakuan suatu negara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengakuan
secara de facto dan pengakuan secara de jure.
- Pengakuan Secara de Facto
Pengakuan
secara defacto adalah pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara yang
dapat mengadakan hubungan dengan negara lain yang mengakuinya. Pengakuan de
facto diberikan kalau suatu negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif.
Pengakuan de facto menurut sifatnya dapat dibagi menjadi dua, yatiu:
- Pengakuan de facto yang bersifat tetap. Artinya, pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara hanya menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi (konsul). Sedangkan untuk tingkat duta belum dapat dilaksanakan.
- Pengakuan de facto bersifat sementara. Artinya, pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak melihat jauh pada hari ke depan, apakah negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila negara baru tersebut jatuh atau hancur, maka negara lain akan menarik kembali pengakuannya.
B. Pengakuan Secara de Jure
Pengakuan
secara de jure adalah pengakuan
secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensinya.
Menurut sifatnya, pengakuan secara de jure dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Pengakuan de jure bersifat tetap.
Artinya, pengakuan dari negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah
melihat kenyataan bahwa negara baru dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan
pemerintahan yang stabil.
2. Pengakuan de jure bersifat penuh.
Artinya terjadi hubungan antara negara
yang mengakui dan diakui, yang meliputi hubungan dagang, ekonomi dan
diplomatik.
Adanya pengakuan dari negara-negara lain
merupakan tanda bahwa negara baru itu telah diterima sebagai anggota baru dalam
pergaulan antarnegara. Walaupun tanpa pengakuan negara lain, suatu negara tetap
berdiri asalkan memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
A. Rakyat
yang mendiami wilayah negara.
B. Wilayah
negara dengan batas-batas tertentu.
C. Pemerintah
yang berdaulat.
Ketiga
unsur tersebut diatas disebut juga unsur konstitutif sedang unsur pengakuan
negara lain disebut unsur deklaratif maksudnya agar negara itu dapat mengadakan
hubungan internasional harus mendapat pengakuan dari negara lain.
2.4 Bentuk
Negara
Bentuk Negara dapat diartikan sebagai bentuk hubungan
Pemerintah Negara dengan daerah-daerah baik dalam hubungannya ke dalam maupun
ke luar sebagai suatu kebulatan. Bentuk Negara dalam konsep teori modern saat
ini terbagi kedalam dua bentuk Negara yaitu: Negara Kesatuan (Unitarisme) dan
Negara Serikat (Federasi).
2.4.1
Negara
Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal,
negara yang tidak terdiri atas negara-negara bagian. Di dalam negara kesatuan,
kekuasaan mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat.
Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhirnya dan tertinggi dapat
memutuskan segala sesuatu yang terdadi di dalam negara. Oleh karena itu, di
dalam negara hanya terdapat seorang kepala negara, satu undang-undang dasar
negara, satu kepala pemerintahan, dan satu parlemen (badan perwakilan rakyat)
yang berlaku untuk seluruh warga negaranya. Contoh negara kesatuan adalah
Indonesia, Filipina, Inggris, dan Prancis.
2.4.2
Negara
Serikat
Negara serikat atau federasi adalah negara yang
bersusunan jamak. Artinya, negara tersebut terdiri atas beberapa negara yang
disebut negara bagian. Negara-negara bagian tersebut merupakan negara merdeka
dan memiliki kedaulatan. Selanjutnya, negara bagian bergabung membentuk negara
serikat atau negara federal dengan pemerintahan tersendiri yang disebut
pemerintahan federal. Dengan demikian, dalam negara serikat terdapat dua
pemerintahan yaitu pemerintahan negara bagian dan pemerintahan federal. Contoh
negara serikat atau federal adalah Amerika Serikat.
2.5 Fungsi dan Tujuan Negara
2.5.1
Fungsi
Negara
Fungsi Negara dapat dikatakan sebagai tugas-tugas yang perlu
dilakukan. Setiap negara yang berbeda-beda ideologinya akan menyelenggarakan
fungsi negara. Fungsi negara yang mutlak perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
A. Pelaksanaan
Penertiban
Untuk mencapai
tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara harus
melakukan fungsi penertiban. Dalam hal ini, negara bertindah sebagai
stabilisator.
B.
Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat
Fungsi ini merupakan fungsi yang paling
penting. Negara harus dapat menyejahterakan rakyatnya.
C. Pengusahaan
Sistem Pertahanan
Fungsi ini
diperlukan untuk menjaga kemungkinan ancaman serangan dari luar. Untuk itu,
negara dilengkapi alat-alat pertahanan.
D.
Penegakan Keadilan
Penegakan
keadilan dilaksanakan melalui badan-badan penegak hukum dan badan pengadilan.
2.5.2
Tujuan Negara
Setiap negara memiliki tujuan, yaitu tujuan bangsa itu
sendiri dalam hidup bernegara. Pada umumnya, tujuan negara ditetapkan dalam
konstitusi atau hukum dasar negara yang bersangkutan.
Beberapa pendapat tentang tujuan negara, antara lain
sebagai berikut.
1.
Menurut
Roger H. Soltau, tujuan negara adalah
memungkinkan rakyatnya berkembang serta mengembangkan daya ciptanya sebebas
mungkin.
2.
Menurut
Harold J. Laski, tujuan negara adalah
menciptakan keadaan yang baik agar rakyatnya dapat mencapai keinginan secara
maksimal.
3.
Menurut
Rousseau, tujuan negara adalah
menciptakan persamaan dan kebebasan bagi warganya.
Tujuan bernegara seperti pendapat-pendapat di atas adalah
tujuan dalam bernegara liberal karena para tokoh tersebut memang dipengaruhi
pemikiran liberal. Sebaliknya, tujuan negara-negara sosialis lebih
menitikberatkan pada usaha mewujubkan pemerataaan kepada warganya.
2.5.3
Tujuan Negara Indonesia
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dengan rumusan yang singkat, negara
Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia adil dan maksmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alinea
II Pembukaan UUD 1945.
Tujuan negara Indonesia dijabarkan dalam Alinea IV
Pembukaan UUD 1945. Secara rinci, tujuan tersebut adalah:
- melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
- memajukan kesejahteraan umum,
- mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
- ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bangsa
Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan
menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah
Nusantara/Indonesia. Sedangkan Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada
di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik,
sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Pada umumnya, unsur-unsur
terbentuknya negara harus memenuhi unsur berikut ini :
A. Rakyat
B. Wilayah
C. Pemerintahan
yang Berdaulat
D. Pengakuan
dari Negara Lain
-Pengakuan
Secara de Facto
-Pengakuan Secara
de Jure
Bentuk negara di dunia ini ada negara kesatuan dan negara serikat. Apapun bentuk negaranya, suatu negara harus memiliki fungsi dan tujuan negara agar sistem pemerintahan dapat bejalan dengan baik dan semestinya sesuai dengan fungsi dan tujuan bernegara semula.
3.2 Saran
Sebagai pribadi yang berbangsa dan bernegara, kita
selaku warga negara wajib
melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang, menaati aturan-aturan negara
yang telah ditetapkan dalam fungsi dan tujuan bernegara agar cita-cita negara
dapat terwujud dan setiap masyarakat dapat hidup makmur dan
sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar