Minggu, 04 November 2012

Hakekat Terbentuknya Suatu Negara





KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan judul makalah “Hakekat Terbentuknya Negara”
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1.      ibu Ni Ketut Sari Adnyani,A.Mud.Par.,S.Pd.,M.Hum sebagai pengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah membimbing dan mengarahkan kami dalam menyelasaikan makalah ini.
2.      teman-teman yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
3.      orangtua, yang telah memberikan dukungan dan  kasih sayangnya.
4.      serta pihak-pihak tertentu yang telah membantu menyelasikan makalah ini.
Kami  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik kualitas maupun penyajiannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.

                                                                                    Singaraja, April 2012
                       
                                                                                           Kelompok  1



DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………..........….. i
Daftar Isi …………………………………………………….......………......… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang………………………………………………….…….….1
1.2    Rumusan Masalah …………...……………………………….….……... 2
1.3    Tujuan ................................………….……………..…………....... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1      Pengertian Negara….. ……………..…………..………………..….…. 3
2.2      Teori-Teori Terbentuknya Negara...…………………………................7
2.2.1        Teori Ketuhanan……………………………………………….4
2.2.2        Teori Perjanjian Masyarakat…………………………………...5
2.2.3        Teori Kekuasaan……………………………………………….7
2.2.4        Teori Kedaulatan………………………………………………7
2.3      Unsur-Unsur Terbentuknya Negara…..……………………….…….....11
2.3.1        Rakyat…………………………………………………………12
2.3.2        Wilayah………………………………………………………..12
2.3.3        Pemerintahan yang Berdaulat…………………………………16
2.3.4        Pengakuan dari Negara lain…………………………………...19
2.4      Bentuk Negara…………………………………………………….…...22
2.4.1        Negara Kesatuan……………………………………………....22
2.4.2        Negara Serikat…………………………………………………22
2.5      Fungsi dan Tujuan Negara……………………………………………..22
2.5.1        Fungsi Negara…………………………………………………22
2.5.2        Tujuan Negara…………………………………………………23
2.5.3        Tujuan Negara Indonesia……………………………………...24
BAB III  PENUTUP 
3.1 Simpulan ...................................................................................................25
3.2 Saran .........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Perkembangan suatu negara diawali dengan proses terbentuknya negara. Pembentukan suatu negara berlangsung dalam proses panjang dan bertahap. Negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah negara kebangsaan modern, yaitu pada tekat suatu masyarakat  untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Berdirinya suatu negara harus memenuhi kualifikasi unsur-unsur pembentukan suatu negara, yaitu adanya rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat, serta pengakuan dari negara lain. Selain itu, suatu negara juga harus mempunyai Sistem Pemerintahan untuk menjalankan negara dengan baik, memengaruhi seluruh rakyat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan pemerintahan negara dan cita-cita negara. Usaha menciptakan sistem pemerintahan yang ideal memerlukan waktu yang panjang. Oleh karena itu, setiap bangsa terus menerus memperbaiki sistem pemerintahan agar lebih baik.
            Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Bangsa adalah orang–orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Atau bisa diartikan sebagai kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu dimuka bumi.
Jadi Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah Nusantara/Indonesia.
                       

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian negara?
2.      Bagaimanakah teori-teori terbentuknya suatu Negara?
3.      Unsur-unsur apa saja yang menjadi syarat terbentuknya suatu Negara?
4.      Apa yang menjadi fungsi dan tujuan suatu Negara?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian tentang Negara.
2.      Mengetahui teori-teori terbentuknya suatu Negara.
3.      Mengetahui unsur-unsur terbentuknya suatu Negara.
4.      Mengetahui fungsi dan tujuan suatu Negara.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Negara
            Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
            Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :
A.    Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
B.     Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
C.     Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
            Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
            Negara merupakan integerasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agensi (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
            Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu baik oleh individu dan golongan atau asosiasi maupun oleh negara sendiri.
            Istilah negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan untuk menyebut sebagian dari jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai aparat negara, dan “orang-orang yang memegang tampuk pemerintahan beserta staf-stafnya”, maupun “susunan tata pemerintahan atas suatu masyarakat di wilayah tertentu”.

2.2 Teori-Teori Terbentuknya Negara
            Pendekatan teoritis (sekunder),  yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mulaterbentuknya negara melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentanghal tersebut (karena sulit dan bahkan tak mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaanberdasarkan pemikiran logis. Terbentuknya suatu negara terdapat beberapa teori, antara lain:
2.2.1   Teori Ketuhanan
            Timbulnya negara itu adalah atas kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur melalui proses evolusi, mulai dari keluarga, menjadi bangsa dan kemudian menjadi negara. “Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan,” katanya.
            Demikian pada umumnya negara mengakui bahwa selain merupakan hasil perjuangan atau revolusi, terbentuknya negara adalah karunia atau kehendak Tuhan. Ciri negara yang menganut teori Ketuhanan dapat dilihat pada UUD berbagai negara yang antara lain mencantumkan frasa: “Berkat rahmat Tuhan …” atau “By the grace of God”. Doktrin tentang raja yang bertahta atas kehendak Tuhan (divine right of king) bertahan hingga abad XVII.
2.2.2    Teori Perjanjian Masyarakat
            Teori ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah terjadi di mana pun dan kapan pun. Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas Hobbes: Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes. Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan. Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang menyadarkan manusia akan kebutuhannya: negara yang diperintah oleh seorang raja yang dapat menghapus rasa takut.
            Demikianlah akal sehat manusia telah membimbing dambaan suatu kehidupan yang tertib dan tenteram. Maka, dibuatlah perjanjian masyarakat (contract social). Perjanjian antarkelompok manusia yang melahirkan negara dan perjanjian itu sendiri disebut pactum unionis. Bersamaan dengan itu terjadi pula perjanjian yang disebut pactum subiectionis, yaitu perjanjian antarkelompok manusia dengan penguasa yang diangkat dalam pactum unionis. Isi pactum subiectionis adalah pernyataan penyerahan hak-hak alami kepada penguasa dan berjanji akan taat kepadanya.
Penganut teori Perjanjian Masyarakat antara lain: Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant (1724-1804), Thomas Hobbes (1588-1679), J.J. Rousseau (1712-1778).
            Ketika menyusun teorinya itu, Thomas Hobbes berpihak kepada Raja Charles I yang sedang berseteru dengan Parlemen. Teorinya itu kemudian digunakan untuk memperkuat kedudukan raja. Maka ia hanya mengakui pactum subiectionis, yaitu pactum yang menyatakan penyerahan seluruh haknya kepada penguasa dan hak yang sudah diserahkan itu tak dapat diminta kembali. Sehubungan dengan itulah Thomas Hobbes menegaskan idealnya bahwa negara seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/ absolut.
            John Locke menyusun teori Perjanjian Masyarakat dalam bukunya Two Treaties on Civil Government bersamaan dengan tumbuh kembangnya kaum borjuis (golongan menengah) yang menghendaki perlindungan penguasa atas diri dan kepentingannya. Maka John Locke mendalilkan bahwa dalam pactum subiectionis tidak semua hak manusia diserahkan kepada raja. Seharusnya ada beberapa hak tertentu (yang diberikan alam) tetap melekat padanya. Hak yang tidak diserahkan itu adalah hak azasi manusia yang terdiri: hak hidup, hak kebebasan dan hak milik. Hak-hak itu harus dijamin raja dalam UUD negara. Menurut John Locke, negara sebaiknya berbentuk kerajaan yang berundang-undang dasar atau monarki konstitusional.
            J.J. Rousseau dalam bukunya Du Contract Social berpendapat bahwa setelah menerima mandat dari rakyat, penguasa mengembalikan hak-hak rakyat dalam bentuk hak warga negara (civil rights). Ia juga menyatakan bahwa negara yang terbentuk oleh Perjanjian Masyarakat harus menjamin kebebasan dan persamaan. Penguasa sekadar wakil rakyat, dibentuk berdasarkan kehendak rakyat (volonte general). Maka, apabila tidak mampu menjamin kebebasan dan persamaan, penguasa itu dapat diganti.
            Mengenai kebenaran tentang terbentuknya negara oleh Perjanjian Masyarakat itu, para penyusun teorinya sendiri berbeda pendapat. Grotius menganggap bahwa Perjanjian Masyarakat adalah kenyataan sejarah, sedangkan Hobbes, Locke, Kant, dan Rousseau menganggapnya sekadar khayalan logis.

2.2.3    Teori Kekuasaan
            Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sebagaimana disindir oleh Kallikles dan Voltaire: “Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”.
            Karl Marx berpandangan bahwa negara timbul karena kekuasaan. Menurutnya, sebelum negara ada di dunia ini telah terdapat masyarakat komunis purba. Buktinya pada masa itu belum dikenal hak milik pribadi. Semua alat produksi menjadi milik seluruh masyarakat. Adanya hak milik pribadi memecah masyarakat menjadi dua kelas yang bertentangan, yaitu kelas masyarakat pemilik alat-alat produksi dan yang bukan pemilik. Kelas yang pertama tidak merasa aman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam bidang ekonomi. Mereka memerlukan organisasi paksa yang disebut negara, untuk mempertahankan pola produksi yang telah memberikan posisi istimewa kepada mereka dan untuk melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.
            H.J. Laski berpendapat bahwa negara berkewenangan mengatur tingkah laku manusia. Negara menyusun sejumlah peraturan untuk memaksakan ketaatan kepada negara.
            Leon Duguit menyatakan bahwa seseorang dapat memaksakan kehendaknya terhadap orang lain karena ia memiliki kelebihan atau keistimewaan dalam bentuk lahiriah (fisik), kecerdasan, ekonomi dan agama.

2.3.4    Teori Kedaulatan
                        Secara Literal istilah kedaulatan terjemahan kata dari latin yaitu Supremus  yang berarti kekuasaan tertinggi. Dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, yaitu Daulat yang berarti kekuasaan atau dinasti pemerintahan.
           Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan bernegara.
           Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”.
           Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara:

A. Teori Kedaulatan Tuhan
           Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan pemerintah mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F. Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl (1802-1861).
            Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu benar, tidak mungkin salah.

  1. Teori Kedaulatan Raja
            Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
            Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, Il Principe. Ia mengajarkan bahwa negara harus dipimpin oleh seorang raja yang berkekuasaan mutlak. Sedangkan Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan negara memang dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antarbangsa, dan konstitusi kerajaan (leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur negara dan menghindari homo homini lupus.

  1. Teori Kedaulatan Negara
            Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan negara, dan diabdikan kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel mengajarkan bahwa terjadinya negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat dibatasi hukum. Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah. Para penganut teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara yang bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel menyebar di negara-negara komunis.
            Peletak dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958).

  1. Teori Kedaulatan Hukum
            Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Etika normatif negara yang menjadikan hukum sebagai “panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara negara dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.

  1. Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)
            Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat. Ciri-cirinya adalah: kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat (teori ajaran demokrasi) dan konstitusi harus menjamin hak azasi manusia.
            Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan rakyat:
1.      J.J. Rousseau menyatakan bahwa kedaulatan itu perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).
2.      Johanes Althuisiss menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia terjadi dari perjanjian masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih oleh rakyat.
3.      John Locke menyatakan bahwa kekuasaan negara berasal dari rakyat, bukan dari raja. Menurut dia, perjanjian masyarakat menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban azasi kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan.
4.      Montesquieu yang membagi kekuasaan negara menjadi: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politica).

2.3  Unsur-Unsur Terbentuknya Suatu Negara
Sebagai sebuah organisasi, negara memiliki unsur-unsur yang tidak dimiliki oleh organisasi apapun yang ada di dalam masyarakat. Secara umum, unsur negara ada yang bersifat konstitutif dan ada pula yang bersifat deklaratif. Unsur konstitutif maksudnya unsur yang mutlak atau harus ada di dalam suatu negara. Sedangkan unsur deklaratif hanya menerangkan adanya negara.
Adapun unsur-unsur negara yang bersifat konstitutif adalah harus ada rakyat, wilayah tertentu, dan pemertintahan yang berdaulat. Ketiga unsur tersebut bersifat konstitutif karena merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya negara. Apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak lengkap, maka tidak bisa disebut sebagai negara. Di samping itu, terdapat pula unsur deklaratif, yakni harus ada pengakuan dari negara lain. Unsur deklaratif ini sangatlah penting karena pengakuan dari negara lain merupakan sebagai wujud kepercayaan negara lain untuk mengadakan hubungan, baik hubungan bilateral maupun multilateral.
Yang dimaksud dengan unsur unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Pada umumnya, unsur unsur terbentuknya negara harus memenuhi unsur berikut ini :
A.    Rakyat
B.     Wilayah
C.     Pemerintahan yang Berdaulat
D.    Pengakuan dari Negara Lain
-Pengakuan Secara de Facto
-Pengakuan Secara de Jure

2.3.1        Rakyat
            Rakyat adalah semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat, mustahil negara akan terbentuk. Leacock mengatakan bahwa, “Negara tidak akan berdiri tanpa adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini.”. Hal ini menimbulkan pertanyaan, berapakah jumlah penduduk untuk membentuk sebuah negara? Plato mengatakan bahwa untuk membentuk sebuah negara, wilayah tersebut membutuhkan 5040 penduduk. Pendapat ini tentu saja tidak berlaku di zaman modern ini, lihat saja populasi negara India, Amerika Serikat, Cina, Rusia, dimana negara tersebut memiliki ratusan juta penduduk.
      Rakyat juga disebut sebagai semua orang yang berdiam dalam suatu negara atau yang menjadi penghuni negara. Rakyat merupakan unsur terpenting dari negara karenarakyatlah yang pertama-tama berkepentingan supaya oraganisasi dapat berjalan lancar dan baik. Antara bangsa dengan rakyat adalah sama-sama sebagai penghuni negara, namun terdapat perbedaan yaitu bangsa merupakan penghuni negara dalam arti politis sedangkan rakyat merupakan penghuni negara dalam arti sosiologis.           Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah suatu negara tertentu. Mereka yang ada dalam wilayah suatu negara tetapi tidak bertujuan menetap, tidak dapat disebut penduduk. Misalnya, orang yang berkunjung untuk wisata. Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu negara, sedangkan yang tidak termasuk warga negara adalah orang asing atau disebut juga warna negara asing (WNA).
2.3.2        Wilayah
            Pasal 25A UUD 1945, negara kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang. Wilayah negara Indonesia berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949 yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda, meliputi seluruh daerah bekas jajahan Hindia Belanda. Sedang batas-batasnya ditentukan dengan perjanjian antarnegara tetangga, baik yang diadakan sebelum maupun sesudah merdeka. Derah yang merupakan tempat tinggal rakyat dan tempat pemerintah melakukan kegiatan merupakan wilayah negara dengan batas-batas tertentu. Sebagai tempat menetap rakyat dan tempat pemerintahan melakasanakan kegiatan, maka negara memerlukan wilayah. Wilayah (daerah) Negara tersebut meliputi:
A.    Wilayah Daratan
            Wilayah daratan ada di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan di dalam tanah di bawah permukaan bumi. Artinya, semua kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dalam batas-batas negara adalah hak sepenuhnya negara pemilik wilayah.
            Batas-batas wilayah daratan suatu negara dapat berupa:
1.       Batas alam, misalnya: sungai, danau, pegunungan, lembah.
2.       Batas buatan, misalnya: pagar tembok, pagar kawat berduri, parit.
3.       Batas menurut ilmu alam: berupa garis lintang dan garis bujur peta bumi.
B.     Wilayah Lautan
            Lautan yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut teritorial negara itu, sedangkan laut di luarnya disebut laut terbuka (laut bebas, mare liberum). Ada dua konsepsi pokok tentang laut, yaitu: 1) Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya, sehingga dapat diambil/ dimiliki oleh setiap negara; 2) Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/ dimiliki oleh setiap negara.
            Tidak ada ketentuan dalam hukum internasional yang menyeragamkan lebar laut teritorial setiap negara. Kebanyakan negara secara sepihak menentukan sendiri wilayah lautnya. Pada umumnya dianut tiga (3) mil laut (± 5,5 km) seperti Kanada dan Australia. Tetapi ada pula yang menentukan batas 12 mil laut (Chili dan Indonesia), bahkan 200 mil laut (El Salvador). Batas laut Indonesia sejauh 12 mil laut diumumkan kepada masyarakat internasional melalui Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957.
            Pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay (Jamaica), ditandatangani traktat multilateral yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan lautan, misalnya: permukaan dan dasar laut, aspek ekonomi, perdagangan, hukum, militer dan lingkungan hidup. Traktat tersebut ditandatangani 119 delegasi peserta yang terdiri dari 117 negara dan dua organisasi kebangsaan. Tentang batas lautan ditetapkan sebagai berikut:
1.      Batas Laut Teritorial
Setiap negara berdaulat atas lautan teritorial yang jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.

2.      Batas Zona Bersebelahan
Di luar batas laut teritorial sejauh 12 mil laut atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.

3.      Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut suatu engara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan laut dan menangkap nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan di wilayah ini serta melakukan kegiatan ekonomi lainnya. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah laut.

4.      Batas Landas Benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu engara yang batasnya lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh melakukan eksplorasi dan eksploitasi dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.

C.     Wilayah Udara
            Wilayah udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan negara itu. Kekuasaan atas wilayah udara suatu negara itu pertama kali diatur dalam Perjanjian Paris pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan No.339/1933). Perjanjian Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27 negara menegaskan bahwa setiap negara berkuasa penuh atas udara di wilayahnya. Hanya seizin dan atau menurut perjanjian tertentu, pesawat terbang suatu negara boleh melakukan penerbangan di atas negara lain.
            Demikian pula Persetujuan Chicago 1944 menentukan bahwa penerbangan internasional melintasi negara tanpa mendarat atau mendarat untuk tujuan transit dapat dilakukan hanya seizin negara yang bersangkutan. Sedangkan Persetujuan Internasional 1967 mengatur tentang angkasa yang tidak bisa dimiliki oleh negara di bawahnya dengan alasan segi kemanfaatan untuk semua negara dan tujuan perdamaian.

D.     Wilayah Ekstrateritorial
            Wilayah ekstrateritorial adalah tempat-tempat yang menurut hukum internasional diakui sebagai wilayah kekuasaan suatu negara – meskipun tempat itu berada di wilayah negara lain. Termasuk di dalamnya adalah tempat bekerja perwakilan suatu negara, kapal-kapal laut yang berlayar di laut terbuka di bawah suatu bendera negara tertentu. Di wilayah itu pengibaran bendera negara yang bersangkutan diperbolehkan. Demikian pula pemungutan suara warga negara yang sedang berada di negara lain untuk pemilu di negara asalnya. Contoh: di atas kapal (floating island) berbendera Indonesia berlaku kekuasaan negara dan undang-undang NKRI.

2.3.3        Pemerintahan yang Berdaulat
      Pemerintahan yang berdaulat adalah pemerintah yang mempunyai kekuasaan baik ke dalam maupun ke luar untuk menjalankan tugas dan wewenangnya mengatur ekonomi, sosial, dan Pemerintahan yang berdaulat adalah pemerintah yang mempunyai kekuasaan baik ke dalam maupun ke luar untuk menjalankan tugas dan wewenangnya mengatur ekonomi, sosial, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan.
      Pemerintah sangat diperlukan dalam berdirinya suatu negara, tidak mungkin jika negara muncul tanpa kemudian diikuti oleh berdirinya pemerintah. Sistem pemerintahan setiap negara berbeda-beda. Adapun pengelompokan sistem pemerintahan tersebut, yaitu:
A.    Sistem Pemerintahan Parlementer
            Sistem pemerintahan parlementer adalah sisterm pemerintahan antara eksekutif dan legislatif mempunyai hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memengaruhi. Dalam sistem ini, kedudukan kepala negara hanya sebagai lambang dan kekuasaan yang nyata dalam perintahan tidak tampak.
            Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat.
2.      Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
3.      Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen.
4.      Kabinet dapat dijatuhkan/dibubarkan setiap waktu oleh parlemen dan sebaliknya kabinet pun dapat membubarkan parlemen.
5.      Kedudukan kepala negara dan kepala pemerintah tidah terletak di dalam satu tangan atau pada satu orang.
            Sistem pemerintahan parlementer memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut.
1.      Pembuatan kebijakan dapat dilakukan secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
2.      Tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
3.      Ada pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet berhati-hati dalam menjalankan pemerinthan.
            Selain kelebihan, sitem pemerintahan parlementer juga mempunyai kelemahan antara lain sebagai berikut.
1.      Kedudukan eksekutif tergantung pada dukungan mayoritas parlemen.
2.      Kelangsungan kedudukan eksekutif tidak bisa ditentukan karena bisa dibubarkan sewaktu-waktu.
3.      Parlemen dijadikan tempat kaderisasi partai.

B.      Sistem Pemerintahan Presidensil
            Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan antara eksekutif dan legislatif tidah mempunyai hubungan timbal balik, di mana eksekutif tidak bertanggung jawab pada legislatif. Sistem ini menggunakan sistem trias politika. Sistem trias politika merupakan sistem pemisahan kekuasaan yang diajarkan oleh Montesquieau. Sistem pemisahan kekuasaan ini, dilakukan antara badan eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Dalam sistem pemerintahan presidensial ini, kepala negara mempunyai kekuasaan yang besar sebagai kepala badan eksekutif.
            Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Kekuasan pemerintahan (eksekutif) terpusat pada satu orang, yaitu presiden. Artinya, presiden berkedudukan selaku kepala negara dan kepala pemerintah.
2.      Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya.
3.      Masa jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
4.      Presiden dan para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
5.      Presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
6.      Presiden tidak berada di bawah pengawsan langsung parlemen.
            Sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan sistem pemrintahan presidensial adalah karena pemerintah selama  masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, maka pemerintahan akan berjalan stabil. Pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk melaksanakan programnya tanpa terganggu oleh adanya krisis kabinet.
            Kelemahan sistem presidensial adalah karena presiden selama masa jabatan  tidak dapat dijatuhkan parlemen, maka pengawasan terhadap pemerintah kurang berpengaruh. Hal ini berarti pengaruh rakyat terhadap pelaksanaan politik negara kurang mendapat tempat yang seluas-luasnya.

C.     Sistem Pemerintahan Campuran
      Sistem pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai kepala negara, juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan untuk memimpin kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden tidak diberi posisi dominan dalam sistem pemerintahan.
            Jean Bodin (1530-1596), seorang ahli ilmu negara asal Prancis, juga berpendapat bahwa negara tanpa kekuasaan bukanlah negara. Dialah yang pertama kali menggunakan kata kedaulatan dalam kaitannya dengan negara (aspek internal: kedaulatan ke dalam). Kedaulatan ke dalam adalah kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. Kedaulatan ke luar adalah kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan serta memelihara keutuhan wilayah dan kesatuan bangsa (yang selayaknya dihormati oleh bangsa dan negara lain pula), hak atau wewenang mengatur diri sendiri tanpa pengaruh dan campur tangan asing.
            Grotius (Hugo de Groot) yang dianggap sebagai bapak hukum internasional memandang kedaulatan dari aspek eksternalnya, kedaulatan ke luar, yaitu kekuasaan mempertahankan kemerdekaan negara terhadap serangan dari negara lain.
            Sifat-sifat kedaulatan menurut Jean Bodin:
  1. Permanen/ abadi, yang berarti kedaulatan tetap ada selama negara masih berdiri.
  2. Asli, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal adari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
  3. Tidak terbagi, yang berarti bahwa kedaulatan itu merupakan satu-satunya yang tertinggi di dalam negara.
  4. Tidak terbatas, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun, karena pembatasan berarti menghilangkan ciri kedaulatan sebagai kekuasaan yang tertinggi.

2.3.4        Pengakuan dari Negara Lain
            Pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara yang baru berdiri bukanlah merupakan suatu faktor mutlak atau unsur pembentuk negara baru, namun lebih merupakan menerangkan atau menyatakan telah lahirnya suatu negara baru.
            Sebagai contoh, Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Unsur-unsur negara terpenuhi pada tanggal 18 Agustus 1945. Pengakuan pertama diberikan oleh Mesir, yaitu pada tanggal 10 Juni 1947. Berturut-turut kemerdekaan Indonesia itu kemudian diakui oleh Lebanon, Arab Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma. Pengakuan de facto diberikan Belanda kepada Republik Indonesia atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatra dalam Perundingan Linggarjati tahun 1947. Sedangkan pengakuan de jure diberikan Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Pengakuan dari negara lain merupakan modal dasar bagi suatu negara yang bersangkutan untuk diakui sebagai negara yang merdeka dan mandiri. Pengakuan suatu negara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.
  1. Pengakuan Secara de Facto
     Pengakuan secara defacto adalah pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara yang dapat mengadakan hubungan dengan negara lain yang mengakuinya. Pengakuan de facto diberikan kalau suatu negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif. Pengakuan de facto menurut sifatnya dapat dibagi menjadi dua, yatiu:
    1. Pengakuan de facto yang bersifat tetap. Artinya, pengakuan dari negara lain terhadap suatu negara hanya menimbulkan hubungan di lapangan perdagangan dan ekonomi (konsul). Sedangkan untuk tingkat duta belum dapat dilaksanakan.
    2. Pengakuan de facto bersifat sementara. Artinya, pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak melihat jauh pada hari ke depan, apakah negara itu akan mati atau akan jalan terus. Apabila negara baru tersebut jatuh atau hancur, maka negara lain akan menarik kembali pengakuannya.
B.     Pengakuan Secara de Jure
     Pengakuan secara de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala konsekuensinya. Menurut sifatnya, pengakuan secara de jure dapat dibedakan sebagai berikut.
1.      Pengakuan de jure bersifat tetap. Artinya, pengakuan dari negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat kenyataan bahwa negara baru dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan pemerintahan yang stabil.
2.      Pengakuan de jure bersifat penuh. Artinya terjadi hubungan antara    negara yang mengakui dan diakui, yang meliputi hubungan dagang, ekonomi dan diplomatik.
     Adanya pengakuan dari negara-negara lain merupakan tanda bahwa negara baru itu telah diterima sebagai anggota baru dalam pergaulan antarnegara. Walaupun tanpa pengakuan negara lain, suatu negara tetap berdiri asalkan memenuhi tiga unsur pokok, yaitu:
A.    Rakyat yang mendiami wilayah negara.
B.     Wilayah negara dengan batas-batas tertentu.
C.     Pemerintah yang berdaulat.
Ketiga unsur tersebut diatas disebut juga unsur konstitutif sedang unsur pengakuan negara lain disebut unsur deklaratif maksudnya agar negara itu dapat mengadakan hubungan internasional harus mendapat pengakuan dari negara lain.

2.4  Bentuk Negara
            Bentuk Negara dapat diartikan sebagai bentuk hubungan Pemerintah Negara dengan daerah-daerah baik dalam hubungannya ke dalam maupun ke luar sebagai suatu kebulatan. Bentuk Negara dalam konsep teori modern saat ini terbagi kedalam dua bentuk Negara yaitu: Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat (Federasi).

2.4.1        Negara Kesatuan
            Negara kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal, negara yang tidak terdiri atas negara-negara bagian. Di dalam negara kesatuan, kekuasaan mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhirnya dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu yang terdadi di dalam negara. Oleh karena itu, di dalam negara hanya terdapat seorang kepala negara, satu undang-undang dasar negara, satu kepala pemerintahan, dan satu parlemen (badan perwakilan rakyat) yang berlaku untuk seluruh warga negaranya. Contoh negara kesatuan adalah Indonesia, Filipina, Inggris, dan Prancis.
2.4.2        Negara Serikat
            Negara serikat atau federasi adalah negara yang bersusunan jamak. Artinya, negara tersebut terdiri atas beberapa negara yang disebut negara bagian. Negara-negara bagian tersebut merupakan negara merdeka dan memiliki kedaulatan. Selanjutnya, negara bagian bergabung membentuk negara serikat atau negara federal dengan pemerintahan tersendiri yang disebut pemerintahan federal. Dengan demikian, dalam negara serikat terdapat dua pemerintahan yaitu pemerintahan negara bagian dan pemerintahan federal. Contoh negara serikat atau federal adalah Amerika Serikat.
2.5  Fungsi dan Tujuan Negara
2.5.1        Fungsi Negara
Fungsi Negara dapat dikatakan sebagai tugas-tugas yang perlu dilakukan. Setiap negara yang berbeda-beda ideologinya akan menyelenggarakan fungsi negara. Fungsi negara yang mutlak perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
A.    Pelaksanaan Penertiban
Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara harus melakukan fungsi penertiban. Dalam hal ini, negara bertindah sebagai stabilisator.
B.              Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat
Fungsi ini merupakan fungsi yang paling penting. Negara harus dapat menyejahterakan rakyatnya.
C.  Pengusahaan Sistem Pertahanan
Fungsi ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan ancaman serangan dari luar. Untuk itu, negara dilengkapi alat-alat pertahanan.
D.                                     Penegakan Keadilan
Penegakan keadilan dilaksanakan melalui badan-badan penegak hukum dan badan pengadilan.

2.5.2        Tujuan Negara
            Setiap negara memiliki tujuan, yaitu tujuan bangsa itu sendiri dalam hidup bernegara. Pada umumnya, tujuan negara ditetapkan dalam konstitusi atau hukum dasar negara yang bersangkutan. Beberapa pendapat tentang tujuan negara, antara lain sebagai berikut.
1.      Menurut Roger H. Soltau, tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta mengembangkan daya ciptanya sebebas mungkin.
2.      Menurut Harold J. Laski, tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang baik agar rakyatnya dapat mencapai keinginan secara maksimal.
3.      Menurut Rousseau, tujuan negara adalah menciptakan persamaan dan kebebasan bagi warganya.
            Tujuan bernegara seperti pendapat-pendapat di atas adalah tujuan dalam bernegara liberal karena para tokoh tersebut memang dipengaruhi pemikiran liberal. Sebaliknya, tujuan negara-negara sosialis lebih menitikberatkan pada usaha mewujubkan pemerataaan kepada warganya.
2.5.3        Tujuan Negara Indonesia
            Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dengan rumusan yang singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia adil dan maksmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alinea II Pembukaan UUD 1945.
            Tujuan negara Indonesia dijabarkan dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci, tujuan tersebut adalah:
  1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
  2. memajukan kesejahteraan umum,
  3. mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
  4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


BAB III
PENUTUP


3.1  Simpulan
            Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah Nusantara/Indonesia. Sedangkan Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Pada umumnya, unsur-unsur terbentuknya negara harus memenuhi unsur berikut ini :
A.    Rakyat
B.     Wilayah
C.     Pemerintahan yang Berdaulat
D.    Pengakuan dari Negara Lain
-Pengakuan Secara de Facto
-Pengakuan Secara de Jure

            Bentuk negara di dunia ini ada negara kesatuan dan negara serikat. Apapun bentuk negaranya, suatu negara harus memiliki fungsi dan tujuan negara agar sistem pemerintahan dapat bejalan dengan baik dan semestinya sesuai dengan fungsi dan tujuan bernegara semula.


3.2  Saran
                Sebagai pribadi yang berbangsa dan bernegara, kita selaku warga negara wajib melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang, menaati aturan-aturan negara yang telah ditetapkan dalam fungsi dan tujuan bernegara agar cita-cita negara dapat terwujud dan setiap masyarakat dapat hidup  makmur dan sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar