KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Penyesuaian
Diri Remaja” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang
terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya
pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang
akan datang
Singaraja,
April 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………….……..........….. i
Daftar Isi …………………………………………………….......…….…..…....…
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang….………………………………………………….….….1
1.2 Rumusan Masalah. …………...…………………………………..….…..
3
1.3 Tujuan
................................…………….……………..…………..…...... 3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Penyesuaian Diri……………………………………..……....4
2.2
Pembentukan Penyesuaian Diri………………………………………….5
2.2.1
Lingkungan Keluarga……………………………………….…..6
2.2.2
Lingkungan Teman Sebaya……………………………………..7
2.2.3
Lingkungan Sekolah ……………………………………………7
2.2.4
Lingkungan Masyarakat………………………………………...8
2.3
Proses Penyesuaian
Diri………………………………………..………..9
2.3.1
Penyesuaian Pribadi……………………………………………..9
2.3.2
Penyesuaian Sosial……………………………………..………10
2.4
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Remaja.......…….11
2.4.1
Faktor
Internal………………………………………………….11
2.4.2
Faktor
Eksternal……………………………………………..…13
2.5
Permasalan-Permasalahan
Penyesuaian Penyesuaian Diri Remaja…….15
2.6
Implikasi
Proses Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan……………………………………………17
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan
....................................................................................................18
3.2
Saran
..........................................................................................................18
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa
remaja adalah suatu masa perkembangan yang ditandai adanya proses perubahan dan
kondisi “entropy” ke kondisi “negentropy”. Entropy adalah
suatu keadaan dimana kesadaran (pengetahuan, perasaan) manusia belum tersusun
rapih sehingga belum berfungsi maksimal. Sedangkan negentropy adalah
suatu keadaan dimana kesadaran tersusun urut.
Masa
remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat
anak secara seksual
menjadi
matang dan berakhir saat mencapai usia matang tersebut. Masa remaja ini terjadi
beberapa perubahan atau perkembangan yang terjadi antara lain perkembangan fisik,
perkembangan emosional dan
perkembangan
seksual.
Dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke jenjang kedewasaan kebutuhan
hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak
dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman kehidupan sosialnya
semakin luas.
1.2 Rumusan
Masalah
- Bagaimnakah pertumbuhan dan perkembangan remaja dari masa SMP-SMA?
- Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan fisik yang terjadi pada remaja?
- Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja?
1.3 Tujuan
- Mengetahuipertumbuhan dan perkembangan remaja masa SMP-SMA.
- Mengetahui perkembangan fisik yang terjadi pada remaja.
- Mengetahui pengaruh lungkungan terhadap perkembangan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Pertumbuhan dan
Perkembangan Remaja Masa SMP-SMA
Seperti halnya pertumbuhan dan
perkembangan anak sebagai peserta didik, pada remaja sebagai salah satu tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui manusia, juga makna pertumbuhan dan
perkembangan menunjuk kepada proses perubahan secara fisik dan psikis (jiwa)
yang dialami oleh remaja yang bersekolah pada jenjang pendidikan sekolah
menengah (SMP/SMA), dan jenjang pendidikan tinggi.
Masalah
pertumbuhan dan perkembangan remaja sebagai peserta didik juga perlu menjadi
perhatian bagi para calon dan para guru di SMP, SMA, dan di Perguruan Tinggi
(PT), karena dengan bekal pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan
remaja, para guru di SMP, di SMA, dan PT dapat menyesuaikan proses
pembelajarannya atau perkuliahannya sesuai dengan kebutuhan belajar remaja.
Kebutuhan belajar remaja sebagai peserta didik akan difokuskan kepada
pembahasan tentang kebutuhan belajar remaja secara psikologis yang membutuhkan
proses pembelajaran atau pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis.
Secara
psikologis diketahui bahwa masa remaja adalah masa yang penuh gejolak dan
goncangan jiwa bagi remaja. Gejolak dan goncangan jiwa terjadi karena remaja
sedang dalam pencarian identitas diri dan menjalani masa eksplorasi yang
menyebabkan para remaja ingin mencoba terhadap segala hal yang diketahui
melalui proses membaca dan mengalami dalam kehidupannya sehari-hari.
Gejolak
dan goncangan jiwa juga terjadi karena remaja sedang mengalami masa pubertas
yang menyebabkan, dorongan seksual remaja sangat sensitive dan menuntut untuk disalurkan yang bersifat instinktif. Mengingat masa
remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan goncangan, maka para calon guru
dan para guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang remaja dan
permasalahannya dan masalah psikologi remaja. Dengan bekal pengetahuan dan
pemahaman tentang remaja dan psikologi remaja, para guru di sekolah harus
memahami tentang kondisi psikologis remaja dan menghadapi sikap dan perilaku
remaja sebagai peserta didik secara edukatif dan persuasif. Berikut adalah
beberapa karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang terjadi pada usia sekolah
menengah.
2.1.1
Pertumbuhan
dan Perkembangan Fisik
Perubahan yang paling dirasakan oleh
remaja
pertama kali adalah perubahan fisik. Terjadi pubertas yaitu proses perubahan
yang bertahap dalam internal dan eksternal tubuh anak-anak menjadi dewasa.
Perubahan hormon termasuk hormone seksual membuat remaja menjadi tidak nyaman
dengan dirinya dan juga sekaligus jadi sering terlalu fokus pada kondisi
fisiknya. Misalnya : remaja jadi sering berkaca hanya untuk melihat jerawat
atau poninya, jadi terlalu resah dengan bentuk tubuhnya, dan sebagainya.
Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan
fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal
yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya
(ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa
tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak
proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya
pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada
penyimpangan perilaku seksual.
Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Monks dkk. (1994), kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri. Secara umum perubahan-perubahan fisik remaja sebagai berikut :
Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Monks dkk. (1994), kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri. Secara umum perubahan-perubahan fisik remaja sebagai berikut :
- Perempuan
a)
Pertumbuhan
payudara (3 - 8 tahun)
b)
Pertumbuhan
rambut pubis/kemaluan (8 -14 tahun)
c)
Pertumbuhan
badan (9,5 - 14,5 tahun)
d)
Menarche/menstruasi
(10 – 16 tahun, kadang 7 thn)
e)
Pertumbuhan
bulu ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
f)
Kelenjar
menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)
- Laki-laki
a)
Pertumbuhan
testis (10 – 13,5 tahun)
b)
Pertumbuhan
rambut pubis/kemaluan (10 – 15 tahun)
c)
Pembesaran
badan (10,5 – 16 tahun)
d)
Pembesaran
penis (11 – 14,5 tahun)
e)
Perubahan
suara karena pertumbuhan pita suara (Sama dengan pembesaran penis)
f)
Tumbuhnya
rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
g)
Kelenjar
menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)
Sebagian besar remaja tidak dapat
menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang
cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani
merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat
tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan
masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak
bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki
teman, dan sebagainya.
2.1.2
Perkembangan
Seksual
Terdapat
perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda
perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya
mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar
mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah bisa
dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat
ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya
menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah,
ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit
menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada
anak perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi
hormon dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat
akibat dari membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.
Payudara membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara
menjadi lebih penuh dan merdu.
Pada
saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara
biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang
anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada
masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan
estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki,
Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot,
dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk
fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa
mereka pada dunia remaja.
2.1.3
Cara
Berfikir Kausalitas
Hal
ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir
kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih
menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang
melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang
logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya
sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu
tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang
memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang
tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan
remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para
remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah
yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya,
seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat
mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
2.1.4
Emosi
yang Meluap-luap
Emosi
pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka
belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan
sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau
marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung
perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada
pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam
diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
2.1.5
Perkembangan
Sosial
Sebagai
makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan
yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu
menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh
karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan
sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya.
Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial.
Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya
dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda
dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai
perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini
maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya
sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Ketrampilan
sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting manakala anak
sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja
individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh
teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja
dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa
rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang
normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan
yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja,
tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Berdasarkan
kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk menyesuaikan
diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan
aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.
Salah
satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan
sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
sehari-hari. Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri
& orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi
atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma
dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh
remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu
mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika
pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha
mendapatkan status atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung
dan dia diberi peranan dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik.
Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk
menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku
negatif.
Salah
satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu kelompok.
Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga
tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya dinomorsatukan.
Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan untuk mengikuti
acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan lebih memilih
untuk pergi dengan teman-teman.
Pola
hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya
dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang
mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja
cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara
biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.
2.1.6
Perkembangan
Moral
Masa
remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan
nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai
membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang
berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang,
keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,
sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan
lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak
melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat
adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan
dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan
beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan
seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu
lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan
berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena
mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang
mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu
merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan”
yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap
"pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama
ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan
korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam
suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi
sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi
sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan
remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua
atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau
pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan
sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan
orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari
hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa
berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan
penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah
bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan
nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi
jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh
orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
2.1.7
Perkembangan
Kepribadian
Secara
umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian
seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu
mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini
amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan
penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik
cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman
nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan
pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
2.2 Pengaruh
Lingkungan Terhadap Perkembangna Remaja
Perilaku remaja sangat rentan
terhadap pengaruh lingkungan, disatu pihak remaja mempunyai keinginan kuat
untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari
lingkungan, di lain pihak ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, terlepas
dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa
remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja
harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang
awalnya belum pernah ada, juga harus
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru memilih teman.
menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru memilih teman.
2.2.1
Lingkungan
keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi perkembangan anak. Umur 4 – 6 tahun dianggap sebagai
titik awal proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, peranan ibu dan ayah
atau orang –tua pengganti ( nenek, kakek dan orang dewasa lainnya) sangat
besar. Peran sebagai “ wanita “ dan “ Prias” harus jelas. Dalam mendidik, ibu
dan ayah harus bersikap konsisten , terbuka, bijaksana, bersahabat, ramah,
tegas, dan dapat lancar, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Masa
remaja merupakan pengembangan identitas diri, dimana remaja berusaha mengenal
diri sendiri, ingin mengetahui bagaimana orang lain menilainya, dan mencoba
menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.
A.
Pola
asuh keluarga
Proses
sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga. Sikap orang-tua
yang otoriter, mau menang sendiri, selalu mengatur, semua perintah harus
diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak akan berpengaruh pada
perkembangan kepribadian remaja. Ia akan berkembang menjadi penakut, tidak
memiliki rasa percaya diri, merasa tidak berharga, sehingga proses sosialisasi
menjadi terganggu. Sikap orang-tua yang “permisif “ (serba boleh, tidak pernah
melarang, selalu menuruti kehendak anak, selalu memanjakan) akan menumbuhkan
sikap ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
diluar keluarga.Sikap orang-tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan
menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antar saudara. Sikap
orang-tua yang berambisi dan selalu menuntut anaknya, akan berakibat anak
cenderung mengalami frustrasi, takut gagal, dan merasa tidak berharga.
Orang-tua
yang “ demokratis “, akan mengakui keberadaan anak sebagai individu dan makluk
sosial serta mau mendengarkan dan menghargai pendapat anak. Kondisi ini akan
menimbulkan keseimbangan antara perkembangan individu dan sosial, sehingga anak
akan memperoleh suatu kondisi mental yang sehat.
B.
Kondisi
keluarga
Hubungan
orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal
terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya, Orang tua yang sering
bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “ melarikan
diri “ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian,
kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak.
C.
Pendidikan
moral dalam keluarga
Pendidikan
moral dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai–nilai akhlak atau budi
pekerti kepada anak di rumah . Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai :
1.
Keagamaan.
Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi
halhal yang dilarang dan melaksanakan perintah agama. Menaamkan norma agama
dianggap sangat besar peranannya terutama dalam menghadapi situasi globalisasi
yang berakibat bergesernya nilai kehidupan. Remaja yang taat norma agama akan
terhindar atau mampu bertahan terhadap pengaruh buruk di lingkungannya.
2.
Kesusilaan,
meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan santun,
kerjasama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati , menghargai
orang lain dan sebagainya.
3.
Kepribadian,
memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa malu,
kejujuran, kemandirian dan sebagainya. Penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam
keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang-tua atau orang dewasa.
Bacaan yang sehat , pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar anggota
keluarga. sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini, misalnya
membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai diluar moral agama dan
sosial, membaca buku dan menonton VCD porno, bergaul bebas, minuman keras,
merokok akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa remaja.
2.2.2
Lingkungan
Sekolah
Pengaruh yang juga cukup kuat dalam
perkembangan remaja adalah lingkungan sekolah. Umumnya orang-tua menaruh
harapan yang besar pada pendidikan di sekolah, oleh karena itu dalam memilih
sekolah orang–tua perlu mempertimbangkan hal sebagai berikut :
A.
Susunan
Sekolah
Prasyarat
terciptanya lingkungan kondusif bagi kegiatan belajar mengajar adalah suasana
sekolah, Baik buruknya suasana sekolah sangat tergantung pada kepemimpinan
kepala sekolah, komitmen guru, sarana pendidikan dan disiplin sekolah Suasana
sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja yaitu dalam hal :
1. Kedisiplinan
Sekolah yang tertib dan teratur akan
membangkitkan sikap dan perilaku disiplin pada siswa. Sebaliknya suasana
sekolah yang kacau dan disiplin longgar akan berisiko, bahwa siswa dapat
berbuat semaunya dan terbiasa dengan hidup tidak tertib, tidak memiliki sikap
saling menghormati, cenderung brutal dan agresif.
2.
Kebiasaan
belajar
Suasana sekolah yang tidak mendukung kegiatan belajar
mengajar akan berpengaruh terhadap menurunnya minat dan kebiasaan belajar.
Akibatnya, prestasi belajar menurun dan selanjutnya diikuti dengan perilaku
yang sesuai dengan norma masyarakat, misalnya sebagai kompensasi kekurangannya
di bidang akademik, siswamenjadi nakal dan brutal.
3.
Pengendalian
diri
Suasana bebas di sekolah dapat mendorong siswa berbuat
sesukanya tanpa rasa segan terhadap guru. Hal ini akan berakibat siswa sulit
untuk dikendalikan , baik selama berada di sekolah maupun di rumah. Suasana
sekolah yang kacau akan menimbulkan hal-hal yang kurang sehat bagi remaja,
mosalnya penyalahgunaan Napza, perkelahian, kebebasan seksual, dan tindak
kriminal lainnya.
B.
Bimbingan
Guru
Di sekolah
remaja menghadapi beratnya tuntutan guru, Orang tua dan saratmya kurikulum
sehingga dapat menimbulkan beban mental. Dalam hal ini peran wali kelas dan
guru pembimbing sangat berarti Apabila guru pembimbing sebagai konselor sekolah
tidak berperan, maka siswa tidak memperoleh bimbingan yang sewajarnya. Untuk
menyalurkan minat, bakat dan hobi siswa, perlu dikembangkan kegiatan
ekstrakurikuler dengan bimbingan guru. Dalam proses belajar mengajar, guru
tidak sekedar mengalihkan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kurilukum
tertulis (Written Curriculum), melainkan juga memberikan nilai yang terkandung
didalamnya (hidden curriculum), misalnya kersama, sikap empati, mau
mendengarkan orang lain, menghargai dan sikap lain yang dapat membuahkan
kecerdasan emosional. Apabila guru tidak peduli terhadap hal tersebut, sulit
diharapkan perkembangan jiwa siswa secara optimal. Oleh sebab itu dalam upaya
mengoptimalkan perkembangan jiwa remaja di sekolah guru diharapkan :
1.
Memperhatikan
,pendekatan yang berbeda.
2.
Bersedia
mendengarkan dan memperhatikan keluhan siswa individual ,karena setiap siswa
memiliki sifat, bakat,minat dan kemampuan
3.
Memiliki
kepekaan “ membaca “ kondisi batin ( mood ) siswa
4.
Perilaku
guru dapat dijadikan teladan bagi siswa.
5.
Memperhatikan
dan menciptakan rasa aman bagi seluruh siswa di sekolah.
6.
Menanamkan
nilai-nilai budi pekerti melalui proses pembiasaan misalnya sopan santun ,
menghargai orang lain ,bekerja sama,mengendalikan emosi, kejujuran dan
sebagainya.
7.
Berpikir
positif ( positive thinking ) terhadap siswa
8.
Memberikan
penghargaan atas keberhasilan siswa
9.
Bersikap
sadar,dewasa dan terbuka dalam menilai perilaku siswa.
10.
Memahami
prinsip dasar perkembangan jiwa remaja agar dapat memahami dan menghargai siswa
11.
Menghindari
sikap mengancam terhadap siswa.
12.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasi kan diri
13.
Mengendalikan emosi dan menyusuaikan diri
dengan cara siswa berkomunikasi.
2.2.3
Lingkungan
Teman Sebaya
Remaja lebih banyak berada diluar
rumah dengan teman sebaya, Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, Pembicaraan,
minat, Penampilan dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada
keluarga misalnya, jika remaja
mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum
alkohol. rokok atau zat adiktif lainnya, maka remaja cenderung mengikuti tanpa mempedulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksi–sanksi dunia dewasa. K elompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya, Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif, akan lebih berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup (closed group), dimana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompok nya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.
mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum
alkohol. rokok atau zat adiktif lainnya, maka remaja cenderung mengikuti tanpa mempedulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksi–sanksi dunia dewasa. K elompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya, Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif, akan lebih berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup (closed group), dimana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompok nya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.
2.2.4
Lingkungan
Masyarakat
Dalam kehidupanya, manusia dibimbing
oleh nilai-nilai yang merupakan pandangan mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk. Nilai yang baik harus diikuti, dianut, sedangkan yang buruk harus
dihindari, sesuai dengan aspek
rohaniah dan jasmaniah yang ada pada manusia, maka manusia dibimbing oleh pasangan nilai materi dan nonmateri. Apabila manusia hendak hidup secara damai di masyarakat, maka sebaiknya kedua nilai yang merupakan pasangan tadi diserasikan akan tetapi kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar daripada nilai non-materi atau spiritual. hal ini terbukti dari kenyataan bahwa sebagai tolok ukur peranan seseorang dalam masyarakat adalah kebendaan dan kedudukan.
rohaniah dan jasmaniah yang ada pada manusia, maka manusia dibimbing oleh pasangan nilai materi dan nonmateri. Apabila manusia hendak hidup secara damai di masyarakat, maka sebaiknya kedua nilai yang merupakan pasangan tadi diserasikan akan tetapi kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa nilai materi mendapat tekanan lebih besar daripada nilai non-materi atau spiritual. hal ini terbukti dari kenyataan bahwa sebagai tolok ukur peranan seseorang dalam masyarakat adalah kebendaan dan kedudukan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Masa remaja adalah suatu tahap
peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat
anak secara seksual
menjadi
matang dan berakhir saat mencapai usia matang tersebut. Masa remaja ini terjadi
beberapa perubahan atau perkembangan yang terjadi antara lain perkembangan fisik,
perkembangan emosional dan
perkembangan
seksual.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke
jenjang kedewasaan kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan
sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial
psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik karena pengalaman
kehidupan sosialnya semakin luas.
3.2 Saran
Peran serta dari orang-orang dewasa
atau orang tua sangat dibutuhkan dalam
perkembangan remaja. Sifat remaja yang masih labil dan cenderung berperilaku
menyimpang perlu adanya bimbingan dan arahan dari orang-orang dewasa, khususnya
orang sekitarnya. Untuk itu bagi para orang tua hendaknya selalu memperhatikan
prilaku anak-anaknya agar pada nantinya anak tersebut tidak terjerumus kedalam
pergaulan bebas. Karena keberhasilan orang tua dalam mendidik anak-anaknya akan
menjadi anak-anak tersebut berguna baik it bagi orang tuanya sendiri maupu
untuk Negara sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Griadhi, Chakra. 2007. Perkembangan
Peserta Didik. Singaraja: UD Bali Warna.
Husdarta dan Yudha M. Saputra. 2000. Perkembangna Peserta Didik.Jakarta: Direktorat Jendral Pendidkan dasar dan Menengah.
Maulana, Arman.
2011. Karakteristik Anak Usia SMP-SMA.
http://smpialkhoirat.
blogspot.
com/2011/02/karakteristik-anak-usia remaja.html. (diakses tanggal 29 Maret 2012)
Muharom,
Jamaludin. 2011. Perkembangan Remaja.
http://honggoseven.blogspot. com/2011/05/kebutuhan-remaja-tugas-perkembangan.html.
(diakses tanggal 29 Maret 2012)
Reni. 2011. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan
Remaja. http://reni77.
wordpress.com/2012/02/23/pengaruh-lingkungan-terhadap-perkembangan- jiwa- remaja/
(diakses tanggal 29 Maret 2012)
Zakia, Estrella.
2011. Perubahan Fisik Remaja. http://de-kill.blogspot.com/2008
/03/perubahan-fisik-pada-remaja.html.
(diakses tanggal 29 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar