HUKUM DAGANG
OLEH KELOMPOK 4:
- Ahmad Ahyar Hadi 1114011032, IIB (TTN)
- Nita Zilviah Sari 1114011070, IIB (TTN)
- Fauzi Dwi Putra 1114011071, IIB (TTN)
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini penulis susun sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Bisnis
dengan judul makalah “Hukum Dagang”
Makalah
ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1.
bapak
Drs. Ketut Dunia M.Erg, sebagai pengajar mata kuliah Hukum Bisnis yang telah membimbing
dan mengarahkan kami dalam menyelasaikan makalah ini.
2.
teman-teman
yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
3.
orangtua,
yang telah memberikan dukungan dan kasih
sayangnya.
4.
serta
pihak-pihak tertentu yang telah membantu menyelasikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik kualitas
maupun penyajiannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun
dari berbagai pihak demi kemajuan dan kesempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan.
Singaraja, Maret
2012
Kelompok
4
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ……………….…………………………………………......…...i
Daftar
Isi …………………………………………………….......………..….....ii
BAB IV HUKUM
DAGANG……………………………………………….….1
4.1
Kompetensi
dasar………………...………………………………...... …1
4.2
Indikator Pencapaian…………...………………………………..….......1
4.3
Uraian Materi……………………………………………………...……1
4.3.1 Pengertian
Hukum Dagang………………………………………1
4.3.2 Sumber-sumber Hukum Dagang………………………………..4
4.3.3 Sejarah
KUH Dagang………………………………………...….5
4.3.4 Hubungan
Antara Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang
dengan Undang-Undang Hukum Perdata…………...….6
4.3.5 Macam-Macam
Perusahan Dilihat dari Pemilikannya……..……7
4.3.6 Kewajiban-kewajiban
Pengusaha…………………………..…..13
4.3.7 Daftar
Perusahaan……………………………………………...14
4.3.8 Pedagang-Pedagang
Perantara…………………………………16
4.4
Simpulan….…………………………………………………………….26
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..28
LAMPIRAN……………………………………………………………………29
BAB IV
HUKUM DAGANG
4.1 Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu
memahami materi tentang hukum dagang.
4.2 Indikator Pencapaian
1. Pengertian
hukum dagang
2. Sejarah
hukum Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3. Hubungan
antara Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
4.3 Uraian Materi
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan membeli
barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat
lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam
zaman modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan
konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan
memajukan pembelian dan penjualan.
4.3.1
Pengertian Hukum Dagang
Sudah banyak sekali definisi hukum yang dikemukakan
atau ditulis, dan masih saja timbul hukum yang baru. (E. Kant, 1800) mengatakan
“Noch suchen die juristen eine Definition
zu ihrem Begriffe von Recht (Para Juristen masih saja mencari suatu
definisi untuk pengertian hukum)”.
Menurut (Prof.
Sudiman, 1991) “hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan manusia untuk
memperoleh tata tertib berdasarkan keadilan”.
Selain definisi
hukum yang beragam dari para ahli, hukum dagang juga mempunyai beberapa
istilah, ada yang menyebut hukum perusahaan, hukum perniagaan,dan lain-lain.
Dalam pembahasan ini kita akan memakai istilah “hukum dagang” sebagai terjemah
dari “Handelsrecht” dalam bahasa
Belanda. Dalam pembahasan bab yang lalu kita telah mengetahui bahwa hukum
dagang merupakan bagian dari hukum perdata dalam arti luas.
Pengetahuan
hukum dagang yang merupakan bagian dari hukum perdata adalah sangat penting,
karena mempelajari hukum dagang tidak akan lepas dari mempelajari hukum
perdata. Kita ketahui bahwa perbuatan-perbuatan dagang dalam perusahaan selalu
bersangkut- paut dengan jual beli, pinjam meminjam, serta pejanjian-perjanjian
lain yang merupakan bahasa hukum perdata.
“Hukum dagang
adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan atau perniagaan yang timbul
karena tingkah laku manusia dalam perdagangan” (Achmad Ichsan, S.H,1991).
CST Kansil dalam
Hukum Perusahaan Indonesia menyorot dari segi perusahaan, bahwa hukum
perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang seluk beluk perusahaan.
Sedangkan (Purwosutjipto,S.H,
1991) menyatakan bahwa ”hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus
dari lapangan perusahaan”.
Jadi dalam hal
ini bisa kita katakan bahwa hukum dagang adalah: bagian dari hukum perdata yang
khusus menyagkut seluk beluk dunia perniagaan.
Adapun hukum
dagang ini meliputi :
A. hukum
perusahaan
B. hukum
pengangkutan
C. hukum
surat berharga
D. hukum
asuransi, dan lain-lain.
Setelah kita
mengetahui pengertian hukum dagang timbul pertanyaan : Apakah perbuatan hukum
dagang itu dan siapakah yang disebut sebagai pedagang ?
Dalam hal ini
terdapat perbedaan pengrtian antara yang terjadi sebelum atau sesudah tanggal 1
Januari 1935. Sebelum tanggal 1 Januari 1935 perbuatan dagang dirumuskan
sebagai :Suatu tindakan pembelian benda atau barang untuk dijual kembali dalam
jumlah besar atau kecil, dalam bentuk mentah atau jadi atau hanya menyewakan suatu
barang untuk di pergunakan. Sedangkan pedagang diartiakan sebagai orang-orang
yang melakukan tindak perdagangan dan menganggap hal itu sebagai pekerjaan
sehari-harinya.
Ternyata
definisi-definisi di atas tidak memuaskan karena terdapat orang-orang yang
melakukan perbuatan-perbuatan dagang secara berkala (incidental). Bagaimana pula dengan profesi-proesi lainnya seperti
dokter, pengacara, notaries, tukang cukur, dan sebagainya, apakah mereka juga
dapat di sebut sebagai pedagang?
Setelah
tanggal 1 Januari 1935 dengan staatblaad no.357 Tahun 1935 diadakan perubahan,
yaitu di hapusnya istilah pedagang dan
bukan pedagang. Adapun istilah yang di pakai adalah perusahaan dan
pekerjaan.
Seseorang
yang melakukan perbuatan dagang sekarang dilihat sebagai orang yang melakukan
perbuatan perusahaan. Sedangkan orang disebut pengusaha. Sedangkan perbuatan
yang dilakukan oleh dokter, notaries, pengacara, tukang cukur, dan lain-lain
tidak merupakan perbuatan perusahaan, melainkan menjalankan pekerjaan.
Pekerjaan ini biasanya didasarkan pada keahlian seseorang. Definisi perusahaan
tidak terdapat dalam kitab undang-undang hukum dagang, tetapi diserahkan pada
ilmu pengetahuan.
Menteri Kehakiman Belanda pada waktu itu
yaitu : “ suatu perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, terang-terangan,
pada kualitas tertentu, dan dengan tujuan mencari kauntungan”.
Dari definisi itu kita dapat melihat bahwa di dalam
perusahaan adanya 4 unsur, yaitu :
A. menyelenggarakan
perusahaan terus menerus
B. bersifat
terang-terangan
C. mempunyai
kualitas tertentu
D. bertujuan
mencari laba
Perbedaan
antara perusahaan dan pekerjaan yaitu bahwa dalam pekerjaan, unsure mencari
laba bukan merupakan unsur yang utama. Selain itu pencairan keuntungan ini
tidak saja dinilai dari segi ekonomis tapi juga mengandung unsur sosial bagi
kepentingan nasional.
4.3.2 Sumber-sumber
Hukum Dagang
Karena
hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, maka selain Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUD
Perdata) juga merupakan sumber hukum dagang.
Peraturan-peraturan
hukum dagang yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata misalnya
mengenai Perikatan, Jual Beli, Perwakilan dan Pemberian Kuasa, serta Perseroan
(maatschap).
Selain
KUH Dagang dan KUH Perdata, sumber-sumber hukum dagang yang lain terdapat dalam
undang-undang dan peraturan-peraturan di luar kodifikasi serta kebiasaan. Jadi
sumber-sumber hukum dagang meliputi beberapa hal.
A. KUH
Dagang
B. KUH
Perdata
C. Peraturan
Perundangan lainnya seperti :
-
Undang-Undang Koperasi (UU No. 12/1967)
-
Undang-Undang hak Oktroi (UU No.
54/1922)
-
Undang-Undang Perbankan (UU No. 14/1967)
-
Peraturan Kepanitiaan (I.N No. 217/1905
jo. 348/1906)
-
Undang-Undang Asuransi, dan lain-lain.
D. Kebiasaan
E. Yurisprudensi
4.3.3
Sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD)
Karena
hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, selayaknya
peraturan-peraturan mengenai hukum dagang terdapat atau bersatu dengan kitab
undang-undang hukum perdata. Akan tetapi di Indonesia khususnya dan juga di
Negara-negara lain seperti Perancis, Belanda dan Swiss, Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang diadakan secara terpisah dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Timbul
pertanyaan : Mengapa peraturan-peraturan mengenai hukum perdagangan diatur
dalam dua kitab yang terpisah? Hal ini semata-mata di sebabkan oleh sejarah,
yaitu yang mula-mula terjadi di romawi pada abad pertengahan.
Pada
zama sebelum Romawi terdapat kodifikasi hukum perdata yang disebut Corpus Iuris Civilis. Dalam kitab
undang-undang tersebut hal-hal yang menyangkut dunia perdagangan seperti jual
beli diatur bersama-sma dengan hukum perdata lainnya. Seiring dengan
pertumbuhan dalam dunia perniagaan, dirasakan adanya kebutuhan untuk mengatur
hal-hal yang menyangkut perdagangan secara khusus. Pada zaman itu
peraturan-peraturan hukum dagang terdapat dalam hukum kebiasaan yang belum
dikodifikasikan.
Hal
ini menimbulkan perlunya diadakan suatu kodifikasi. Maka di buatlah kodifikasi
hukum dagang yang pertama atas perintah Raja Perancis Lodewijk XIV dengan nama Ordonance du Commerce (tahun 1673 M) dan
Ordonance de la Marine (tahun 1681). Sejarah
mencatat bahwa Perancis kemudian menjajah Belanda, sehingga kodifikasi hukum
yang diadakan di Perancis dengan asas konkordansi diberlakukan juga di negeri
Belanda. Pada tahun 1838 setelah Belanda merdeka dibuatlah Wetboek van koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) yang
terpisah dari Burgenlijk Wetboek
(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Indonesia sebagai Negara jajahan Belanda
pada tahun 1848 mengkorkondasikan BW dan
WvK tersebut dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Itulah sebabnya pemisahan antara KUH Perdata dan
KUH Dagang adalah karena sejarah semata-mata.
4.3.4
Hubungan Antara Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan Undang-Undang
Hukum Perdata
Meskipun
antara KUH Dagang dengan KUH Perdata terpisah, tetapi didalamnya terdapat
hubungan yang erat. Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan terdahulu,
dalam KUH Perdata terdapat peraturan-peratuaran yang berhubungan dengan dunia
perdagangan seprti jual beli dan perseroan (maatschap). Perseroan ini merupakan
bentuk dasar atau cikal bakal dari bentuk perusahaan yang di atur baik di dalam
maupun di luar KUHD (Firma, CV, PT, Koperasi, Yayasan, dan lain-lain). Ini
memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara KUHD dan KUH Perdata. Ada
kemungkinan bahwa peraturan-peraturan yang ada di dalam KUH Dagang juga
terdapat dalam KUH Perdata. Bila demikian, peraturan mana yang akan dipakai.
Untuk mengetahui hal itu, kita
melihat hubungan antara KUH Dagang dengan KUH Perdata, bahwa
peraturan-peraturan yang terdapat dalam KUH Perdata berlaku juga untuk hukum
dagang selama tidak ada aturannya dalam KUH Dagang.
Hubungan
ini dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, seberapa jauh daripadanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang di bicarakan
dalam kitab ini.”
Dalam pasal tersebut kita dapat
melihat bahwa peraturan yang lebih khusus mengenai suatu hal akan lebih
diutamakan daripada peraturan lain yang bersifat umum. Dalam ilmu hukum, hal
ini dikenal dengan asas “Lex Specialis
Derogat Lege Generalis”. Artinya bahwa ketentuan-ketentuan yang bersifat
khusus (lex spesialis) dapat
mengesampingkan peraturan-peraturan yang bersifat umum (lex generalis)
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa KUHD merupakan hukum khusus (dalam bidang perdagangan) terdapat KUH
Perdatayang merupakan hukum umum.
4.3.5
Macam-Macam Perusahan Dilihat dari
Pemilikannya
Undang-undang
tidak memberikan suatu definisi atau pengertian perusahaan. Hal ini diserahkan
pada ilmu pengetahuan dan perkembangan perusahaan itu sendiri.
Dari
pembahasan yang telah lalu kita melihat bahwa pengertian perusahaan ini di
berikan oleh Menteri kehakiman Belanda yang menyatakan bahwa perusahaan yaitu
suatu perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, terang-terangan, pada
kualitas tertentu, dan dengan tujuan untuk mencari laba (keuntungan).
Di
samping itu terdapat pengertian perusahaan yang di kemukakan oleh Prof.
Molengraaf yang memandang perusahaan dari sudut ekonomi serta dari Polka yang
melihat dari segi komersial.
Dari
pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas kita dapat
melihat adanya unsur yang paling menonjol dalam perusahaan, yaitu mencari
keuntungan. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi : mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya.
Peruasahaan
yang ada di Indonesia di kelola oleh swasta dan oleh pemerintah. Perusahaan
yang diselenggarakan oleh pemerintah disebut Perusahaan Negara, yaitu
perusahaan yang modal seluruhnya merupakan milik Negara Indonesia. Sedangkan
perusahaan swasta yaitu perusahaan yang diselenggarakan dan modalnya dimiliki
oleh swasta nasiomal maupun asing.
Dilihat dari dasar hukum yang berlaku,
perusahaan Negara di bagi menjadi 3.
A. Perusahaan
Negara sebelum tahun 1960
B. Perusahaan
Negara menurut UU No. 19 Prp tahun 1960
C. Perusahaan
Negara menurut UU No. 9 tahun 1969
Yang akan kita bahas dalam topic ini
adalah perusahaan Negara menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1969 yang berisi
pengarahan dan penyederhanaan Negara dalam tiga bentuk usaha Negara, yakni
Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan. Adapun
bentuk-bentuk usaha swasta yang diatur baik didalam maupun diluar KUHD akan
dibahas dalam bab selanjutnya.
Bentuk-bentuk perusahaan-perusahaan
Negara yang diatur sebelum tahun 1960 sampai yang diatur oleh Undang-Undang No.
19 tahun 1960 ternyata tidak memberikan keuntungan kepada Negara. Bahkan di
antara perusahaan-perusahaan Negara tersebut terdapat kesimpangsiuran dalam
bentuk, status hukum, struktur organisasi, system kepegawaian, dan administrasi
keuangan nya.
Untuk lebih memanfaatkan
perusahaan-perisahaan Negara dalam rangka pembangunan ekonomi serta kemakmuaran
bangsa, pemerintah merasa perlu untuk menerbitkan atau menyempurnakan
perusahaan Negara yang ada kedalam tiga bentuk pokok yang telah menjadi
consensus umum diantara departemen-departemen perusahaan-perusahaan Negara. Hal
ini dinyatakan dalam instruksi presiden No. 17 tahun 1967.
Dalam penertiban dan penyempurnaan
perusahaan-perusahaan Negara tersebut harus dihindarkan adanya
hambatan-hambatan yang yang merugikan. Demikian juga harus di pegang teguh
pokok-pokok kebijaksanaan stabilitas ekonomi, terutama decontrol dan
debirotisasi. Sedangakan tujuannya yaitu untuk dapat meningkatkan produktivitas
dan efisiensi, serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi perusahaan Negara.
Adapun ketiga bentuk pokok usaha Negara
tersebut yaitu :
A. perusahaan
negara jawatan (Departemental Agency)
yaitu perusahaan Negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Indinesische
Bedrijvenswet.
B. perusahaan
negara umum (Public Corporation)
yaitu perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan Undang-Undang No.
19 Prp Tahun 1960.
C. perusahaan
negara perseroan (State Company)
yaitu perusahaan Negara dalam bentuk perseroan terbatas seperti yang diatur
oleh ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Saham-sahamnya baik
sebagian maupun seluruhnya dimiliki oleh Negara.
Dalam Intruksi Presiden No. 7 tahun
1967 tersebut di jelaskan mengenai cirri-ciri poko ketiga bentuk usaha Negara
di atas.
1. Ciri-ciri
Perusahaan Jawatan (Perjan).
a.
Makna usaha adalah public service,
artinya pengabdian serta pelayanan kepada mesyarakat. Usahanya dijalanakan dan
pelayanan di berikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas,
dan ekonomi (kehematan), serat management effectiveness dari pelayanan kepada
umum/masyarakat yang baik dan memuaskan.
b.
Disusun sebagai bagian dari
Departement/Direktorat Jendral/Direktorat/Pemrintah Daerah.
c.
Sebagai salah satu bagian dari susunan
Departemen/Pemerintah Daerah, maka Perusahaan Jawatan mempunyai hubungan hukum
public (punlick rechtelijk vourhouding).
Bila ada atau melakukan tuntutan/dituntut, maka kedudukannya adalah sebagai
pemrintah atau seizin pemerintah.
d.
Hubungan uasaha antara pemerintah yang
melayani dan masyarakat yang dilayani, sekalipun terdapat system
bantuan/subsidi, harus selalu di dasarkan atas business-zakelijkheid, cost accounting principles dan management effectiveness, artinya setiap
subsidi yang di berikan kepada masyarakat selalu dapat diketahui dan dapat
dicatat/dibukukan dimana yang diterimanya (oleh masyarakat/rakyat perseorangan
) berupa potongan-potongan harga atau mingkin pembebasan sama sekali dari
pembayaran (uang sekolah) tetapi apa yang seharusnya di bayar /masuk kepada
Negara harus benar-benar dinyatakan dalam tanda pembayaran, karcis, jumlah yang
harus di bayar atau bentuk tanda lainnya, dengan dinyatakan secara jelas
presentase potongannya ataupun pembebasan pembayaran.
e.
Tidak dipimpin oleh suatu Direksi tetapi
oleh seorang kepala(yang merupakan bawahan suatu bagian dari
Departement/Direktorat Jendral/Direktorat Pemerintah Daerah) yang memenui
syarat-syarat tersebut pada e sub 2 dalam Instruksi Presiden No. 17 tahun 1967
di atas.
f.
Seperti halnya dengan dengan badan
/lembaga lainnya mempunyai dan memperoleh segala segala fasilitas Negara.
g.
Pegawainya pada pokonya adalah pegawai
negeri.
h.
Pengawasan dilakukan baik secara hirarki
maupun fungsional seperti bagian-bagian lain dari suatu departemen /Pemerintah
Daerah.
2. Ciri-ciri
Perusahaan Umum (Perum).
a.
Makna
usahanya adalah melayani kepentingan umum (kepentingan produksi, distribusi,
dan konsumsi secara keseluruhan). Dan sekaligus untuk memupuk keuntungan. Usaha
dijalankan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektivitas, dan
economy cost-accounting principles dan management effectiveness serta bentuk
pelayanan (service) yang baik
terhadap masyarakat atua nasabahnya.
b.
Berstatus badan hukum dan diatur
berdasarkan undang-undang (dengan westduiding).
c.
Pada umumnya bergerak di bidang jasa-jasa vital (public utilities). Pemerintahan boleh menetapkan bahwa beberapa
usaha yang bersifat public utility tidak perlu diatur, disusun, atau di adakan
sebagai suatu perusahaan Negara ( misalnya perushaan listrik untuk kota kecil
yang dapat dibngun dengan modal swasta ).
d.
Mempunyai nama dan kekayaan sendiri
serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta untuk mengadakan atau masuk
kedalam suatu perjanjian, kontrak-kontrak, dan hubungan-hubungan perushaan
lainnya.
e.
Dapat dituntut dan menuntut, dan
hubungan hukumnya diatur secara hubungan hokum perdata ( privaatreehtelijk )
f.
Modal seluruhnya dimiliki oleh Negara
dari kekayaan Negara yang dipisahkan, serta serta dapat mempunyai dan
memperoleh dana dari kredit-kredit dalam dan luar negeri atau dari obligasi
(dari masyarakat).
g.
Pada prinsipnya secara financial harus
dapat beridi sendiri, kecuali apabila
karena politik pemeritah mengenai tarip dan harga tidak mengizinkan
tercapainya tujuan ini. Namaun bagimana politik tarip dan harga dari pemrintah,
cara/sistem yang harus ditempuh adalah ketentuan a) titik 4) diatas dimpimpin
oleh suatu Direksi.
h.
Pegawainya adalah pegawai perusahaan
Negara yang diatur tersendiri diluar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagai
pegawai negeri atau perushaan swasta/usaha Negara perseroan.
i.
Organisasi, tugas, wewenang, tanggung
jawab, pertanggung jawaban dan cara mempertanggung jawabkan, serta pengawasan
dan lain sebagainya, diatur secara khusus, yang pokok-pokoknya akan tercermin
dalam undang-undang yang mengatur pembentukan perusahaan Negara itu.
j.
Laporan
tahunan perusahaan yang memuat Negara untung rugi dan neraca kekayaan
disampingkan kepada pemerintahan
3. Ciri
– Ciri Perusahaan Perseroan ( Persero ).
a.
Makna usahanya adalah untuk memupuk
keuntungan (keuntungan dalam arti karena baiknya pelanggan dan pembinaan
organisasi yang baik, efektif, efisien, dan ekonomis secara business-zakelijk, cost-accounting principles,
management effectiveness dan pelayanan umum yang baik dan memuaskan
memperoleh surplus atau laba)
b.
Status hukumnya sebgai badan hokum
perdata, yang berbentuk perseroan terbatas
c.
Hubungan-hubungan usahanya diatur
menurut hokum perdata. Modal seluruhnya atau sevagian merupakan milik negar
dari kekayaan Negara yang dipisahkan dengan demikian di mungkinkan adanya joint atau mixedenterprise dengan swasta ( nasional atau asing) dan adanya
penjualan saham-saham milik Negara
d.
Tidak memiliki fasilitas-fasilitas
Negara
e.
Dipimpin oleh suatu Direksi
f.
Pegawainya berstatus sebagai pegawai
perusahaan swasta biasa
g.
Peranan pemerintah adalah sebagai
pemegang saham dalam perushaan.
4.3.6 Kewajiban-Kewajiban
Pengusaha
Orang
yang menyelenggarkan perushaan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu yang
tidak dimiliki oleh orang-orang yang menjalankan pekerjaan. Hal ini dinyatakan
dalam pasal 6 KUHD bahwa : “Barang siapa melakukan perusahaan diwajibkan untuk
:Mengadakan pencatatan mengenai kekayaan dan semua hal yang berhubungan dengan
pengolaan perushaan (pembukuan)”
Pencatatan
mengenai kekayaan dan semua hal yang berhubungan dengan pengelolaan perusahaan
tersebut dikenal dengan istilah pembukuan. Pasal 6 KUHD tidak mengatur
cara-cara membuat suatu pembukuan. Hanya dikatakan bahwa tujuan pembukuan
adalah agar setiap orang-orang yang berkepentingan dapat mengetahui hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perusahaan tersebut. Jadi bentuk dan caranya diserahkan
kepada pengusaha yang bersangkutan. Timbul pertanyaan, apabila membuat
pembukuan tersebut diwajibkan bagi pengusaha, apa sanksinya bila pengusaha
tersebut tidak membuat pembukuan ?
Dalam Pasal 6
KUHD disebutkan bahwa bagi pengusha diwajibkan untuk membuat pembukuan serta
catatan-catatan lainnya. Akan tetapi pasal tersebut tidak menyebutkan jenis
sanksi yang ditimpakan kepada pengusaha yang melanggar ketentuan tersebut (
tidak membuat pembukuan ). Hal ini di serahkan kepada praktek. Kenyataan
memperlihatkan bahwa pengusaha yang tidak membuat pembukuan akan diberatkan dal
hal :
A. pengenaan
pajak
B. sengketa
dengan pihak ketiga,
C. bila
jatuh pailit dapa dikenakan hukuman pidana
Pembukuan
bagi pengusaha merupakan suatu yang bersifat rahasia. Artinya pengusaha
mempunyai hak untuk melarang orang lain mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan urusan intern dalam perushaannya.
Meskipun
pembukuan bersifat rahasia, tetapi dapat diterobos dengan pembukaan (openlegging, representation) dan
pemberitaan (overlegging, commication),
bila terjadi perselisihan antar pengusaha.Pembukuan yaitu perintah dari hakim
atas permintaan pihak yang berkepentingan kepada pihak lawannya untuk membuka
pembukuan atau neraca perushaannya. Dalam hal ini pengusaha yang diminta
membuka pembukuannya tersebut dapat menerima atau menolak permintaan hakim.
Bila
dia menolak maka hakim bebas untuk menarik kesimpulan atau keputusan mengenai
hal itu. Sedangkan peberitaan yaitu suatu permintaan dari salah satu pihak yang
bersenketa terhadap pihak lawannya untuk membuka catatan pembukuannya. Pembritaan
ini bisa dilakukan oleh :
A. orang
yang berwenang mengangkat pengurus, yaitu pengusaha atau pemilik perushaan
B. sekutu
atau persero
C. ahli
waris pengusaha, dan lain-lain.
Berbeda
dengan pembukuan yang dilakukan oleh hakim, pemberitaan ini terjadi diluar hakim. Tetapi bila pihak yang diminta
untuk membuka pembukuannya itu (direksi) menolak, maka pemberitaan tersebut
dapat diminta untuk dilakukan di muka hakim.
4.3.7 Daftar
Perusahaan
Dalam
hubungannya dengan pihak lain, perusahaan dihadapkan pada kewajiban untuk dapat
menjamin “solvabilitas”, (kemampuan
untuk membayar). Bila salah satu pihak “insolvable”
(tidak mampu bayar), maka ia dapat merugikan pihak-pihak lainnya.
Dapat
terjadi salah satu pihak mengira pihak lawannya dalm perjanjian merupaka suatu
perushaan yang “bonafid” dengan embel-embel nama dan gedung yang mentereng.
Tetapi dalam kenyataannya perusahaan itu tidak dapat memenuhi kewajibannya
dengan baik ataupun nama perusahaan itu hanya fiksi atau khayalan belaka. Untuk
menghindari kejadian yang tidak diinginkan tersebut, perlu diadakan suatu
daftar perushaan agar pihak ketiga dapat mengetahui solvabilitas suatu
perusahaan.
Selama
ini Indonesia belum memiliki undang-undang daftar perusahaan. Oleh karena itu
pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan undang-undang wajib daftar
perusahaan. Dengan Lembaran Negara No. 7 Tahun 1982, pemerintah telah
mengeluarkan undang-undang No. 2 Tahun 1982 mengenai Wajib Daftar Perusahaan. Yang
dimaksud dengan daftar perusahaan menurut undang-undang ini yaitu daftar
catatan resmi yang memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh perushaan serta
disahkan oleh pejabat yang berwenang dan kantor pendaftaran perushaan, yang
diadakan menurut atau berdasarkan undang-unadang tersebut secara peraturan
pelaksanaannya.
Adapun
tujuannya adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar
dari suatu perusahaan. Ini merupaka sumber informasi resmi untuk semua pihak
yang berkepentingan mengenai indentitas, data, serta keterangan lainya tentang
perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin
kepastian berusaha. Wajib daftar perusahaan ini memberikan manfaat baik bagi
pengusha maupun pemerintah. Manfaat bagi pengusaha yaitu :
A. memberi
perlindungan kepada perushaan-perushaan yang menjalankan usahanya secara juju
dan terbuka
B. membina
dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.
Sedangkan
manfaat bagi pemerintah yaitu :
A. memudahkan
mengikuti secara seksama keadaan dan perkembangan sebenarnya dari dunia usha di
wilayah RI
B. sebagai
pengaman pendataan Negara karena wajib daftar perusahaan dapat mengarahkan dan
mengusahakan terciptanya iklim usaha yang sehat dan tertib.
Wajib
daftar perusahaan bersifat terbuk untuk semua pihakkarena setiap pihak yang
berkempentingan berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara
mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam
Daftar Perusahaan tersebut. Setiap pengusaha wajib mendaftarkan perusahaannya
baik perusahaan nasional maupun asing yang menjalankan usahanya di wilayah
Indonesia, termasuk : kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan,
agen/perwakilan perusahaan. Bentuk usahanya dapat berupa : badan hukum,
koperasi, persekutuan, perushaan perseroan, dan lain-lain. Adapun yang
dikecualikan dari kewajiban mendaftarkan yaitu :
A.
setiap perusahaan negara yang berbentuk
perusahaan jawatan (Perjan)
B.
setiap perusahaan kecil perorangan yang
dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan hanya memperkerjakan
anggota keluarganya sendiri. Perusahaan ini tidak memerlukan izin usaha dan
tidak merupakan suatu badan hokum atau persekutuan.
Sedangkan hal-hal yang wajib
didaftarkan adalah tergantung dari bentuk perushaan masing-masing. Mengenai
hal-hal yang aharus didaftarkan ini akan diuraikan dalam pembahasan Hukum
Perusahaan pada bab berikutnya.
4.3.8
Pedagang-Pedagang Perantara
Pengusaha adalah orang yang menyelenggarakan
suatu perusahaan. Dalam melakukan segala kegiatan perusahaannya tersebut ia
dapat melakukan seorang diri, meminta bantuan kepada orang lain, atau dengan
menyuruh oaring lain untuk menjalankan perushaannya. Pengusaha yang menjalankan
perusahaannya sendiri biasanya merupakan pengusaha kecil seperti pedagang kaki
lima, penjual bakso keliling, dan lain-lain.
Pengusaha yang dibantu oleh para
pekerjanya bertindak sebagai pimpinan perusahaan. Dengan demikian ia mempunyai
dua kedudukan, yaitu sebagai pimpinan dan sebagai pemilik perusahaan. Contoh
sederhana misalnya pada juragan-juragan batik, tempe tahu, dan lain-lain.
Tetapi banyak juga perushaan besar seperti Bank yang berbentuk PT. Adapun
pengusaha yang menyuruh orang lain untuk menjalankan perusahaanya berarti ia
bertindak sebagai pemilik perusahaan. Biasanya ini terjadi pada
perusahaan-perusahaan besar dengan penanganan yang professional yang berada
dalam sector formal.
Pemabntu-pembantu dalam perusahaan
ini bisa merupakan orang yang mempunyai hubungan kerja (pemburuh) dengan
pengusaha, atau dapat juga merupakan orang yang mempunyai hubungan lepas dari
pengusaha. Disamping itu kita dapat membedakan juga antara pembantu dalam
penyelenggaraan perusahaan serta pembantu dalam peradagangan atau pemasaran.
Yang terakhir inilah yang disebut sebagai pedagang perantara yang merupakan
pembantu dalam penyelenggaraan perusahaan antara lain :
A.
pengurus filial
B.
pemegang prokurasi
C.
pimpinan perusahaan
Sedangkan yang termasuk ke dalam
pedagang perantara yaitu :
A.
pekerja keliling
B.
agen perniagaan
C.
makelar
D.
komisioner
Berikut ini akan kita lihat
pengertian masing-masing pembantu dalam perusahaan di atas serta perbedaannya
satu sama lain.
1. Pengurus
Filial
Pengurus filial adalah oaring yang
bertugas mewakili pengusaha dalam segala urusan yang berhubungan dengan cabang
perusahaan. Wewenangnya terbatas pada daerah, cabang yang dipimpinnya. Misalnya
PT Bank ABC berkedudukan di Yogyakarta sebagai pusat. Tetapi ia mempunyai
cabang-cabang yang ada di Bandung , Semarang , Yogyakarta, dan Surabaya. Dalam
istilah sehari-hari pengurus filial ini dikenal sebagai Pimpinan Cabang Dari
suatu perusahaan.
2. Pemegang
Prokurasi
Pemegang
prokurasi adalah orang yang diberi kekuasaan penuh oleh penguasa untuk
memajukan usaha perniagaannya. Perbuatan ynag dapat dilakukannya antara lain
emeinjam dan menyimpan, serta mengakseptasi surat-surat berharga seperti wesel,
cek dan lain-lain serta segala sesuatu perbuatan yang bertujuan untuk memajukan
perusahaan.
Sebagai
pemegang kuasa perusahaan, ia merupakan wakil pimpinan perusahaan (manager).
Adapun jabatannya dalam perusaan bisa merupakan kepala bagian, ataupun direktur
yang mengepalai salah satu bidang dalam perusahaan tersebut.
3. Pimpinan
Perusaan
Pimpinan
perusahaan merupakan pimpinan yang bertugas untuk mengepalai seluruh perusahaan
dalam segala bidang. Tugas pimpinan perusahaan dalam segala bidang. Tugas
pimpinan perusaan ini begitu luas karena ia bertanggung jawab atas maju mundurnya perusahaan. Biasanya
jabatan pimpinan perusaan adalah sebagai Direktur Utama. Sedangkan dibawahnya
adalah direktu-direktur yang merupakan pemegang prokurasi.
4. Pekerja
Keliling
Pekerja
Keliling adalah orang yang bertugas untuk memperluas dan memperbanyak
perjanjian jual beli anatara pengusaha dengan pihak ketiga. Dalam melakukan
tugansnya tersebut, pada umumnya pekerja keliling tidak diwajibkan untuk
menerima pembayaran secara angsuran, melainkan hanya memberikan suatu tanda
penerimaan (kuitansi. Sedangkan pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga kepada
perusahaan. Akan tetapi dalam praktek
kita mengenal dua macam pekerja keliling, yaitu:
a.
pekerja keliling yang langsung menerima
pembayaran.
Dalam hal ini ia telah diberi kekuasaan
oleh majikannya untuk menerima pembayaran secara langsung dari pihak ketiga. Biasanya
barang yang dijual merupakan barang-barang yang jumlahnya sedikit dengan harga
yang murah. Misalnya pekerja keliling pada perusaah Uniliver yang menjajakan kebutuhan sehari-hari seperti
sabun mandi, pasat gigi, shampoo,dan sebagainya.
b.
pekerja keliling yang tidak langsung menerima
pembayaran
Dalam hal ini pekerja keliling tidak
berhak untuk menerima pembayaran secara langsung. Ia hanya menyerahkan selembar
kuitansi sebagai tanda penerimaan. Misalnya : pekerja dalam usaha Perusahaan
Listrik Negara, Perusaan Daerah Air Minum, Perusaan Barang-barang Electrolux,
dan lain-lain.
5. Agen
Perniagaan
Agen
Periagaan merupakan orang yang berada di luar hubungan perburuhan dengan
perusaan. Ia mempunyai tugas untuk memperluas hubungan jual-beli anatara
pengusaha dengan pihak ketiga. Jadi
tugasnya sama dengan pekerja keliling. Perbedaannya yaitu bahwa pekerja
keliling mempunyai hubungan peburuhan dengan majikannya, sedangkan agen
perniagaan berdiri sendiri. Ada tiga macam agen perniagaan, antara lain:
a.
agen yang membeli barang-barang untuk
perhitungannya sendiri.
b.
agen yang merupakan wakil perusaan.
c.
agen yang bertugas menjadi penyalur.
Agen
Perniagaan bias any tidak hanya melayani satu perusaan saja melainkan melayani
beberapa perusahaan. Adapun yang kita kenal dengan Agen Tunggal (sole agency)
yaitu agen perniagaan yaitu agen perniagaan yan mempunyai hubungan tetap dengan
perusahaan yang memproduksi suatu barang. Dengan demikian perusahaan hanya
dapat menjual barang yang diproduksinya kepada agen tersebut.
6. Makelar
Makelar
adalah orang yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan
berbagai perjanjian. Dalam pasal 64 KUH Dagang disebutkan bahwa pekerjaan
makelar adalah:
a.
menjual dan membeli barang-barang
dagangan
b.
menjual dan membeli kapal-kapal
c.
menjual dan membeli andil dalam dana
umum
d.
menjual dan membaeli efek-efek
e.
menjual dan membeli obligasi-obligasi
f.
menjual dan membeli surat-surat wesel
g.
menjual dan membeli surat-surat order
h.
menyelenggarakan pendiskontoan
i.
menyelenggarakan pertanggungan (asuransi)
j.
menyelenggarakan perutangan uang, dan
sebagainya.
Adapun tugas pokoknya yaitu :
a.
memberi perantaraan jual beli
b.
menyelenggarakan lelang terbuka dan
lelang terbuka
c.
menaksir harga untuk bank hipotik dan
maskapai asuransi
d.
menyediakan contoh-contoh barang yang
diperjual-belika;
e.
menyeleksi jumlah barang yang
diperjualbelikan
f.
memberikan keahlian dalam memeriksa kerusakan
dan menaksir kerugian
g.
menjadi penengah (arbiter) dalam hal
perselisihan tentang hal kualitas.
Makelar merupakan orang yang berada di luar hubungan
perburuhan dengan pengusaha. Ia tidak mempunyai ikatan yang tetap dengan
pengusaha tersebut. Makelar melakukan pekerjaannya untuk dan atas nama pemberi
kuasa. Jadi Ia hanya merupakan perantara
dan tidak menjadi pihak dalam perjanjian. Adapun yang menjadi pihak
dalam perjanjian adalah pemberi kuasa yang bersangkutan. Makelar diangkat oleh
presiden atau pejabat yang dinyatakan berwenang oleh presiden. Sebelum memulai pekerjaannya ia harus
bersumpah di pengadilan negeri yang merupakan daerah hukum atau wewenang
makelar tersebut.
Dalam sumpah itu ia berjanji akan
melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan baik. Penyumpahan ini
di perlukan agar makelar dapat melakukan tugas dengan jujur, mengingat makelar
adalah perantara yang harus dapat dipercayai oleh pengusaha. Pengangkatan
makelar ada yang bersifat umum dan khusus. Bersifat umum yaitu bila makelar
diangkat untuk segala bidang jenis perusahaan. Sedangkan bersifat khusus yaitu
bila jenis atau bidang makelar itu hanya yang tertentu saja. Terhadap makelar
berlaku larangan-larangan yang tercantum dalam pasal 65 KUH Dagang yaitu :
a. makelar
tidak diperbolehkan memprdagangkan barang-barang yang sama dengan barang-barang
yang diperjualbelikan sebagai makelar
b. makelar
tidak boleh menjadi penanggung utang (borg)
dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan melalui perantaranya.
Adapun kewajiban-kewajiban makelar adalah
sebagai berikut :
a. mengadakan
buku catatan mengenai tindakannya sebagai makelar
b. mengadakan
salinan/ringkasan dari buku-buku catatan tersebut kepada pengusaha atau orang
yang berkepentingan mengenai pembicaraan dan tindakan yang dilakukan sehubungan
dengan transaksi yang diadakannya
c. menyimpan
contoh barang sampai penyerahan barang tersebut dilakukan
d. menanggung
sahnya tanda tangan penjual dalam jual beli surat berharga agar pembeli tidak
dirugikan karena tanda tangan penjual yang palsu.
7. Komisioner
Komisioner
adalah orang yang menyelenggarakan perusahaan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan menutup perjanjian atas nama firmanya sendiri, tetapi atas
amanat dan tanggungan orang lain dengan menerima upah (provisi) tertentu. Dari
pengertian komisioner di atas terlihat bahwa komisioner memiliki tugas yang
sama dengan makelar, yaitu melakukan tugas penutupan perjanjian komiten dengan
pihak ketiga. Akan tetapi komisioner melakukan perbuatannya atas namanya
sendiri, sedangkan makelar selalu menyebutkan nama pengusaha yang telah memberikan kuasa
kepadanya untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Dengan demikian komisioner
bertindak sebagai pihak dalam perjanjian yang dilakukan tersebut.
Di samping itu
komisioner tidak memerlukan syarat pengakatan resmi dan penyumpahan oleh
pejabat yang berwenang sebagaimana halnya dengan makelar. Komisioner mempunyai
hak-hak sebagai berikut :
a. mempunyai
hak privilege (didahulukan) untuk menuntut uang yang telah dibayar lebih
dahulu, bunga-bunga, biaya-biaya, dan provisi
b. mempunyai
hak menuntut terhadap perikatan yang sedang berjalan baik atas barang-barang
yang telah dikirimkan oleh pemberi kuasa untuk dijual atau disimpan maupun yang
telah dibeli atau diterima olehnya atas tanggungan pemberi kuasa
c. mempunyai
hak retensi, yaitu hak untuk menahan barang bila provisi dan biaya-biaya lain
belum dibayar.
Adapun tugas-tugas komisioner antar
lain yaitu :
a. menerima,
menyimpan, dan mengasuransikan barang-barang milik prinsipalnya.
b. membayar
ongkos-ongkos pengurusan barang-barang tersebut diatas.m
c. membeli
atau menjual barang-barang tersebut yang telah ditentukan batas harga terendah
dan tertinggi oleh principalnya
d. menagih
pendapatan penjualan dan mengirim perhitungan kepada principalnya
e. membayar
“netto proventu” (net proceeds), yaitu pendapatan kotor
setelah dipotong ongkos dan komisi pada
principalnya.
Dalam pembahasan komisioner kita
kenal istilah “delcredere”, yaitu suatu perjanjian anatara komisiober dengan
principal (komitennya) bahwa komisioner akan mendapat tambahan provisi dari
pemoeri kuasa bila penyelesaian perjanjian dengan pihak ke tiga akan menguntungkan
komiten.
8. Bursa
Perniagaan
Dalam
pasal 59 KUH Dagang bursa perniagaan
dirumuskan sebagai : “tempat pertemuan para pedagang, juragan perahu, makelar,
komisioner, kasir, dan orang-orang lain yang termasuk ke dalam gelanggang
perdagangan. Pertemuan tersebut diadakan atas kuasa Materi Keuangan.”
Dari
pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa bursa perdagangan adalah tempat
pertemuan orang-orang yang membantu pengusaha dalam penyelenggaraan perusahaan.
Diantaranya yaitu kasir, makelar, dan komisioner tyang kita kenal sebagai
pedagang perantara.
Pertemuan tersebut bertujuan
memnentukan harga barang-barang tertentu tanpa harus menyediakan barang-barang
tersebut. Dari pertemuan dan pembicaraan dalam bursa perniagaan ini dibuatlah
ketetapan-ketetapan tentang :
a. harga
barang-barang perdagangan
b. kurs
wesel
c. premi
asuransi
d. biaya
pemuatan di kapal
e. obligasi-obligasi
(dalam dan luar negeri)
f. andil-andil
dalam berbagai dana
g. surat-surat
berharga yang dapat ditetapkan kursnya.
Mengenai barang-barang perdagangan
yang harganya ditetapkan dalam bursa tidak berlaku untuk semua barang yang
dapat diperdagangkan, karena hanya meliputi barang-barang yang :
a. partainya
besar
b. kualitasnya
sudah ditentukan
c. tersedianya
barang tersebut sudah dapat dipastikan, dan
d. sifatnya
fungsibel, yaitu dapat ditukar atau diganti dengan barang lain yang kualitasnya
sama.
Ketetapan harga barang perdagangan
serta efek-efek tersebut dapat dicantumkan dalam Catatan Bursa. Catatan Bursa
ini bisa berubah setiap hari. Biasanya dimuat didalam surat-surat kabar atau
disiarkan dalam masmedia seperti telivisi. Di Indonesia ada 3 macam bursa.
a. Bursa
Valuta Asing
Yaitu bursa yang memperdagangkan
mata uang asing, seperti Dollar Amerika,
Dollar Australia, Poundesterling, Yen, Deutsche Mark, Franc, dan sebagainya.
b. Bursa
Efek-Efek
Yaitu bursa yang memperdagangkan
surat-surat berharga dan seperti saham-saham
perusahaan.
c. Bursa
Komoditi
Yaitu bursa yang memperdagangkan
beberapa jenis komoditi non migas
seperti kopi, the, karet alam, dan lain-lain.
4.4
Simpulan
Pengetahuan
hukum dagang yang merupakan bagian dari hukum perdata adalah sangat penting,
karena mempelajari hukum dagang tidak akan lepas dari mempelajari hukum
perdata. Kita ketahui bahwa perbuatan-perbuatan dagang dalam perusahaan selalu
bersangkut- paut dengan jual beli, pinjam meminjam, serta pejanjian-perjanjian
lain yang merupakan bahasa hukum perdata.
Hukum dagang
adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan atau perniagaan yang timbul
karena tingkah laku manusia dalam perdagangan. Adapun hukum dagang ini meliputi:
A. hukum
perusahaan
B. hukum
pengangkutan
C. hukum
surat berharga
D. hukum
asuransi, dan lain-lain.
Karena
hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, maka selain Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUD Perdata) juga
merupakan sumber hukum dagang.
Peraturan-peraturan
hukum dagang yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata misalnya
mengenai Perikatan, Jual Beli, Perwakilan dan Pemberian Kuasa, serta Perseroan
(maatschap). Selain KUH Dagang dan
KUH Perdata, sumber-sumber hukum dagang yang lain terdapat dalam undang-undang
dan peraturan-peraturan di luar kodifikasi serta kebiasaan. Jadi sumber-sumber
hukum dagang itu adalah :
A. KUH
Dagang
B. KUH
Perdata
C. Peraturan
Perundangan lainnya seperti :
-
Undang-Undang Koperasi (UU No. 12/1967)
-
Undang-Undang hak Oktroi (UU No.
54/1922)
-
Undang-Undang Perbankan (UU No. 14/1967)
-
Peraturan Kepanitiaan (I.N No. 217/1905
jo. 348/1906)
-
Undang-Undang Asuransi, dan lain-lain.
D. Kebiasaan
E. Yurisprudensi
Daftar Pustaka
Purwosutjipto.
1976. Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. Jakarta:
Djambatan
-------, 1983. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia.Jakarta:
Djambatan
Soekardono.
1981. Hukum Dagang Indonesia.Jakarta:
Rajawali
Yasmine. 2011. Hukum Dagang. http://yasmineszone.blogspot.com/2011/02/
hukum- dagang-dengan-hukum-perdata.html.
(diakses tanggal 5 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar